JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa transportasi menjadi salah satu penyebab utama buruknya kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia.
Sekretaris Utama BMKG, Dwi Budi Sutrisno menjelaskan, kota dengan kualitas udara terburuk di Indonesia berada di daerah yang memiliki pegerakan lalu lintas tinggi atau dipenuhi transportasi. Salah satu kota tersebut misalnya Jakarta.
"Kalau di indonesia, kota paling macet dimana Jakarta, Surabaya, Medan itu yang (kualitas udaranya) terburuk karena kontribusi paling banyak sesuai data itu, (disebabkan) transportasi," ujar Dwi saat ditemui di Kantor BMKG, Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Baca juga: Pakar UI: BBM Berkualitas Tinggi Mampu Kurangi Polusi Udara
Lebih lanjut, kata dia, kualitas udara di Indonesia terus menurun sejak revolusi industri pada tahun 1970-1980-an.
“Begitu ada aktivitas manusia yang menghasilkan emisi, seperti mobilitas, mulai banyak kendaraan, di situlah kualitas udara mulai memburuk,” imbuhnya.
Selain itu, pesatnya pembangunan pabrik-pabrik industri juga menyebabkan kualitas udara di Indonesia maupun dunia semakin memburuk.
Dwi memaparkan, transportasi menjadi penyumbang terbesar, karena kualitas bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang masih sangat tidak ramah lingkungan.
Sebagai informasi, dari berbagai jenis BBM yang dijual di Indonesia, semuanya rata-rata masih memiliki kandungan sulfur yang tinggi.
Kandunga sulfur BBM Pertalite adalah 500 ppm, jauh di atas standar internasional yakni di bawah 50 ppm. Bahkan, BBM Pertamax 92 juga masih berada di 400 ppm, dikutip dari Kompas.com (14/9/2024).
Baca juga: Pemerintah Janji Sediakan BBM Rendah Sulfur dengan Harga Subsidi
Padahal, ia menilai, seharusnya Indonesia sudah menggunakan BBM dengan standar euro IV atau dengan kadar sulfur di bawah 50 ppm.
"Yang paling utama kualitas bahan bakar. Baru pertamax green, pertamax turbo, dan pertadex, yang sulfurnya di bawah 50 ppm. Sedangkan yang lain di atas 500 ppm, kan ini tidak benar, ini ngaruh banget," ujarnya.
Kandungan sulfur yang besar, dikatakan tidak ramah bagi lingkungan maupun kesehatan. Hal inilah yang menyebabkan salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca (GRK) berasal dari transportasi,
Oleh karena itu, saat ini, pemerintah tengah berupaya menurunkan kandungan sulfur pada BBM, demi meningkatkan kualitasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya