JAKARTA, KOMPAS.com - Uni Eropa memberikan bantuan dana sebesar 1 juta euro atau sekitar Rp 16,9 miliar, untuk penyusunan Indeks Risiko Perpindahan Akibat Iklim (Risk Index for Climate Displacement/ RICD) di Indonesia.
Selain Uni Eropa, RCID disusun dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti Pemerintah Republik Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Universitas Indonesia.
Komisioner Uni Eropa untuk Manajemen Krisis, Janez Lenarcic mengatakan, inisiatif RICD bertujuan mengidentifikasi hal yang akan terjadi di masa depan, dan bagaimana manusia dapat mencegah atau mengelola bencana, terutama akibat perubahan iklim.
Baca juga: Indeks Risiko Perpindahan akibat Iklim Diluncurkan di Indonesia
“Uni Eropa menyumbang 1 juta euro untuk proyek ini. Kami sangat senang mendanai inisiatif ini karena kami melihat pentingnya dan potensinya,” ujar Janez saat peluncuran RICD di Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Proyek ini, kata dia, akan didanai selama dua tahun untuk mengumpulkan data yang memungkinkan pihak berwenang dan masyarakat bertindak sebelum bencana terjadi.
“Tindakan ini bisa berupa pencegahan pengungsian atau memindahkan orang-orang ke tempat yang lebih aman sebelum bencana melanda,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kata dia, dalam menghadapi akibat perubahan iklim, manusia tidak bisa lagi hanya mengandalkan respons saat terjadi bencana.
“Kita perlu lebih fokus dan berinvestasi pada pencegahan, persiapan, serta adaptasi, terutama ketika pencegahan sudah tidak memungkinkan lagi. Jika kita hanya mengandalkan respons setelah bencana terjadi, kita akan kewalahan karena jumlah bencana semakin meningkat,” tutur dia.
Baca juga: Perubahan Iklim Segera Masuk Kurikulum Pendidikan Indonesia
Janez mengatakan, proyek ini akan memperkuat kemampuan dalam memprediksi dan mengurangi risiko perpindahan penduduk akibat perubahan iklim.
Tak hanya itu, inisiatif ini akan membantu
dalam persiapan dan pencegahan, bukan hanya merespons bencana yang telah terjadi.
Ia meyakini, RICD akan dapat membantu masyarakat di Indonesia dalam menghadapi bencana, khususnya yang berasal dari perubahan iklim, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, hingga kenaikan permukaan air laut.
Janez menegaskan, tidak ada negara yang kebal dari realitas ini, baik Indonesia, Asia Tenggara, Eropa, maupun bagian dunia lainnya. Oleh karena itu, perlu kerja sama semua pihak di dunia.
Baca juga: Akan Banyak “Pengungsi Iklim” di Berbagai Wilayah di Dunia
“Kita hanya bisa berhasil jika kita bekerja sama. Ini berarti kita harus meningkatkan kerja sama, bertukar informasi, berbagi praktik terbaik, serta saling mendukung,” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya