Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Energi Surya Indonesia Lambat, Pemerintah Perlu Ambisius

Kompas.com, 16 Oktober 2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pertumbuhan energi surya atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) tergolong lambat dibandingkan target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Temuan tersebut mengemuka dalam laporan Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2025 dari lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR).

Selain itu, IESR dalam laporan Powering the Future menilai, Indonesia baru berada di tahap awal adopsi sistem penyimpanan energi.

Baca juga: Kapasitas Listrik Tenaga Surya di Dunia Bertambah 593 Gigawatt Tahun Ini

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan, kapasitas PLTS Indonesia harus tumbuh 9-15 gigawatt (GW) per tahun antara 2024-2030.

Hal tersebut perlu diterapkan agar sejalan dengan peningkatan kapasitas energi terbarukan global hingga tiga kali lipat pada 2030 untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius berdasarkan Persetujuan Paris.

Fabby turut mendorong pemerintah meningkatkan target energi terbarukan pada 2025 dan 2030 dengan menjadikan PLTS sebagai tulang punggung transisi energi.

Peningkatan target bauran energi terbarukan yang ambisius perlu pula disinergikan dengan komitmen penurunan emisi yang lebih ambisius dalam Second Nationally Determined Contribution (SNDC).

Baca juga: Studi: Permintaan Listrik Naik 4 Kali Tahun 2050, Indonesia Butuh Penetrasi Energi Surya dan Angin

Dia memaparkan, rencana penambahan kapasitas energi surya saat ini masih jauh dari yang seharusnya dibangun Indonesia untuk selaras dengan target Persetujuan Paris.

"Memang benar PLTS memiliki tantangan intermitensi, tapi menjadikannya sebagai alasan untuk membatasi pembangunan PLTS tidak tepat," kata Fabby dalam peluncuran dua kajian tersebut pada Selasa (15/10/2024), sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis.

Fabby menuturkan, ada banyak negara dengan penetrasi PLTS di atas 10 persen dari kapasitas, tapi tidak mengalami gangguan keandalan pasokan listrik, apalagi pemadaman.

Dia menambahkan, intermitensi PLTS dapat diatasi dengan integrasi penyimpanan energ di sistem kelistrikan.

Baca juga: Pemerintah Ungkap Indonesia Punya Potensi Energi Surya 3.300 GW

Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR Alvin Putra Sisdwinugraha mengungkapkan, tren investasi energi surya di Indonesia meningkat dua kali lipat, dari 68 juta dollar AS pada 2021 menjadi 134 juta dollar AS pada 2023.

Alvin menilai kestabilan regulasi dan ketersediaan pasar PLTS di Indonesia akan menjadi faktor penentu dalam menarik investasi energi surya.

Menurutnya, rencana proyek energi surya hampir 17 GW dapat menjadi landasan untuk membangun strategi dan investasi sektor ini.

Dia menambahkan, kebijakan kuota PLTS atap dan pelonggaran syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dapat memberikan dorongan signifikan dalam mendongkrak permintaan domestik.

"Namun, perlu sinyal kuat dari pemerintah berupa insentif dan proyek-proyek yang jelas. Tahun 2025 akan menjadi tahun kunci dalam mengevaluasi efektivitas regulasi energi surya yang ada, serta memastikan infrastruktur yang memadai untuk mendukung penetrasi energi surya dalam skala besar," ujar Alvin.

Baca juga: TotalEnergies dan RGE Pasok Listrik dari Pembangkit Tenaga Surya ke Singapura

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
LSM/Figur
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Pemerintah
Bencana Iklim 2025 Renggut Lebih dari Rp 2.000 Triliun, Asia Paling Terdampak
Bencana Iklim 2025 Renggut Lebih dari Rp 2.000 Triliun, Asia Paling Terdampak
LSM/Figur
BNPB Catat 3.176 Bencana Alam di Indonesia 2025, Banjir dan Longsor Mendominasi
BNPB Catat 3.176 Bencana Alam di Indonesia 2025, Banjir dan Longsor Mendominasi
Pemerintah
Banjir Ekstrem akibat Lelehan Gletser Diprediksi Lebih Mematikan
Banjir Ekstrem akibat Lelehan Gletser Diprediksi Lebih Mematikan
LSM/Figur
Produksi Listrik Panas Bumi KS Orka Renewables Lampaui 1 Juta MWh
Produksi Listrik Panas Bumi KS Orka Renewables Lampaui 1 Juta MWh
Swasta
Bencana Demografi di Indonesia Makin Nyata, Kalah dari Negara Tetangga
Bencana Demografi di Indonesia Makin Nyata, Kalah dari Negara Tetangga
LSM/Figur
Hirup Udara Berpolusi Berpotensi Berdampak pada Kekebalan Tubuh
Hirup Udara Berpolusi Berpotensi Berdampak pada Kekebalan Tubuh
Pemerintah
Kebun Kelapa Sawit Tak Bisa Gantikan Fungsi Hutan, Daya Serap Karbon Rendah
Kebun Kelapa Sawit Tak Bisa Gantikan Fungsi Hutan, Daya Serap Karbon Rendah
LSM/Figur
Musim Hujan Diprediksi Terjadi di Indonesia hingga Maret 2026
Musim Hujan Diprediksi Terjadi di Indonesia hingga Maret 2026
Pemerintah
Halte Bus Hijau, Bisa Menjadi Solusi Dinginkan Area Perkotaan
Halte Bus Hijau, Bisa Menjadi Solusi Dinginkan Area Perkotaan
Pemerintah
Masa Senja Industri Kehutanan Indonesia
Masa Senja Industri Kehutanan Indonesia
Pemerintah
Update Banjir Sumatera, Tim Gabungan Masih Bersihkan Tumpukan Kayu dan Limbah
Update Banjir Sumatera, Tim Gabungan Masih Bersihkan Tumpukan Kayu dan Limbah
Pemerintah
Gelondongan Kayu di Banjir Sumatera Bukti Kerusakan Hutan Sistemik, Bukan Sekadar Anomali Cuaca
Gelondongan Kayu di Banjir Sumatera Bukti Kerusakan Hutan Sistemik, Bukan Sekadar Anomali Cuaca
LSM/Figur
Sektor FOLU Disebut Mampu Turunkan 60 Persen Emisi Nasional
Sektor FOLU Disebut Mampu Turunkan 60 Persen Emisi Nasional
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau