KOMPAS.com - Pertumbuhan energi surya atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) tergolong lambat dibandingkan target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Temuan tersebut mengemuka dalam laporan Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2025 dari lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR).
Selain itu, IESR dalam laporan Powering the Future menilai, Indonesia baru berada di tahap awal adopsi sistem penyimpanan energi.
Baca juga: Kapasitas Listrik Tenaga Surya di Dunia Bertambah 593 Gigawatt Tahun Ini
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan, kapasitas PLTS Indonesia harus tumbuh 9-15 gigawatt (GW) per tahun antara 2024-2030.
Hal tersebut perlu diterapkan agar sejalan dengan peningkatan kapasitas energi terbarukan global hingga tiga kali lipat pada 2030 untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius berdasarkan Persetujuan Paris.
Fabby turut mendorong pemerintah meningkatkan target energi terbarukan pada 2025 dan 2030 dengan menjadikan PLTS sebagai tulang punggung transisi energi.
Peningkatan target bauran energi terbarukan yang ambisius perlu pula disinergikan dengan komitmen penurunan emisi yang lebih ambisius dalam Second Nationally Determined Contribution (SNDC).
Baca juga: Studi: Permintaan Listrik Naik 4 Kali Tahun 2050, Indonesia Butuh Penetrasi Energi Surya dan Angin
Dia memaparkan, rencana penambahan kapasitas energi surya saat ini masih jauh dari yang seharusnya dibangun Indonesia untuk selaras dengan target Persetujuan Paris.
"Memang benar PLTS memiliki tantangan intermitensi, tapi menjadikannya sebagai alasan untuk membatasi pembangunan PLTS tidak tepat," kata Fabby dalam peluncuran dua kajian tersebut pada Selasa (15/10/2024), sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis.
Fabby menuturkan, ada banyak negara dengan penetrasi PLTS di atas 10 persen dari kapasitas, tapi tidak mengalami gangguan keandalan pasokan listrik, apalagi pemadaman.
Dia menambahkan, intermitensi PLTS dapat diatasi dengan integrasi penyimpanan energ di sistem kelistrikan.
Baca juga: Pemerintah Ungkap Indonesia Punya Potensi Energi Surya 3.300 GW
Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR Alvin Putra Sisdwinugraha mengungkapkan, tren investasi energi surya di Indonesia meningkat dua kali lipat, dari 68 juta dollar AS pada 2021 menjadi 134 juta dollar AS pada 2023.
Alvin menilai kestabilan regulasi dan ketersediaan pasar PLTS di Indonesia akan menjadi faktor penentu dalam menarik investasi energi surya.
Menurutnya, rencana proyek energi surya hampir 17 GW dapat menjadi landasan untuk membangun strategi dan investasi sektor ini.
Dia menambahkan, kebijakan kuota PLTS atap dan pelonggaran syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dapat memberikan dorongan signifikan dalam mendongkrak permintaan domestik.
"Namun, perlu sinyal kuat dari pemerintah berupa insentif dan proyek-proyek yang jelas. Tahun 2025 akan menjadi tahun kunci dalam mengevaluasi efektivitas regulasi energi surya yang ada, serta memastikan infrastruktur yang memadai untuk mendukung penetrasi energi surya dalam skala besar," ujar Alvin.
Baca juga: TotalEnergies dan RGE Pasok Listrik dari Pembangkit Tenaga Surya ke Singapura
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya