KOMPAS.com - Sebuah studi baru mengungkapkan emisi karbon dioksida (CO2) dari kebakaran hutan telah melonjak sebesar 60 persen secara global sejak tahun 2001.
Studi yang dipimpin oleh University of East Anglia (UEA), Inggris ini mengelompokkan wilayah-wilayah di dunia ke dalam 'pyromes' atau wilayah di mana pola kebakaran hutan dipengaruhi oleh pengendalian lingkungan, manusia, dan iklim yang serupa.
Pengelompokan itu kemudian mengungkap faktor-faktor utama yang mendorong peningkatan aktivitas kebakaran hutan.
Baca juga: Kebakaran Hutan Batasi Kemampuan Tanah Serap Karbon
Ini merupakan salah satu studi pertama yang mengamati secara global perbedaan antara kebakaran hutan dan non hutan.
Mengutip Phys, Senin (21/10/2024) studi ini mengungkapkan kebakaran hutan yang mengkhawatirkan tidak hanya terjadi dalam tingkat kebakaran hutan selama dua dekade terakhir tetapi juga tingkat keparahannya.
Ukuran tingkat keparahan kebakaran berdasarkan jumlah karbon yang dilepaskan per unit area yang terbakar diketahui meningkat 60 persen di seluruh hutan di dunia antara tahun 2001 dan 2023.
"Peningkatan baik dalam tingkat maupun tingkat keparahan kebakaran hutan telah menyebabkan peningkatan dramatis dalam jumlah karbon yang dikeluarkan oleh kebakaran hutan secara global. Pergeseran yang mengejutkan dalam geografi kebakaran global juga sedang berlangsung, dan hal itu terutama merupakan dampak perubahan iklim yang semakin besar di hutan boreal dunia," ungkap Matthew Jones, dari Pusat Penelitian Perubahan Iklim Tyndall di UEA.
Baca juga: Kebakaran Hutan Ekstrem di Portugal Sebabkan Emisi Tertinggi dalam 22 Tahun
Untuk melindungi ekosistem hutan yang kritis dari ancaman kebakaran hutan yang semakin cepat, kita harus mencegah pemanasan global dan menggarisbawahi mengapa sangat penting untuk membuat kemajuan cepat menuju emisi nol bersih.
Hutan di seluruh dunia sangat penting untuk penyimpanan karbon, dengan pertumbuhannya membantu menghilangkan CO2 dari atmosfer dan mengurangi laju pemanasan global.
Hutan juga memainkan peran penting dalam memenuhi target iklim internasional, dengan skema reboisasi dan penghijauan yang dilaksanakan untuk menghilangkan karbon dari atmosfer dan mengimbangi emisi CO2 manusia dari sektor-sektor yang sulit dikurangi seperti penerbangan dan industri tertentu.
Keberhasilan skema ini bergantung pada karbon yang disimpan di hutan secara permanen.
Namun kebakaran hutan mengancam keberhasilan skenario tersebut dan efek jangka panjangnya bergantung pada bagaimana hutan pulih.
Baca juga: DNV Proyeksikan Emisi Karbon di 2050 Turun
"Meningkatnya CO2 ini merupakan peringatan akan kerentanan hutan dan menimbulkan tantangan signifikan bagi target global untuk mengatasi perubahan iklim," papar Jones.
"Kita tahu bahwa hutan pulih dengan lambat setelah kebakaran paling parah, jadi keparahan kebakaran yang diamati akan memengaruhi penyimpanan karbon di hutan selama beberapa dekade mendatang," katanya lagi.
Temuan terbaru ini penting karena kebakaran hutan membakar lebih parah dan melepaskan lebih banyak asap berbahaya ke atmosfer daripada kebakaran padang rumput sabana.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya