KOMPAS.com - Harga pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) yang turun drastis memberi negara-negara ASEAN kesempatan besar untuk mendiversifikasi energinya.
Menurut laporan terbaru dari lembaga think tank EMBER, biaya energi PLTS turun antara 55 sampai 81 persen. Sedangkan harga energi PLTB turun antara 33 sampai 35 persen.
Analis Senior Kebijakan Kelistrikan Asia Tenggara EMBER Dinita Setyawati mengatakan, turunnya harga energi terbarukan tersebut membuat ASEAN berpeluang besar mempercepat pengembangan energi terbarukan.
Baca juga: Keputusan Menteri Energi ASEAN Dorong CCS Dinilai Setengah Hati Wujudkan Transisi
"Terutama energi surya dan angin, untuk memenuhi pertumbuhan permintaan listrik dan target iklim," kata Dinita.
Di satu sisi, pengembangan energi terbarukan mutlak diperlukan untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan listrik di ASEAN.
Laporan EMBER berjudul ASEAN's clean power pathways: 2024 insights tersebut memperkirakan, permintaan listrik di ASEAN akan meningkat 41 persen pada 2030.
Beberapa proyeksi menghitung kapasitas energi terbarukan ASEAN harus naik hingga tiga sampai lima kali lipat pada 2035.
Baca juga: Target Penggunaan Energi Terbarukan 23 Persen di Negara-negara Asean Tak Tercapai
Akan tetapi, dari perencanaan yang sudah ada, mayoritas listrik di ASEAN masih akan disuplai oleh pembangkit listrik berbasis energi fosil.
Beberapa negara yang masih bergantung pada energi kotor seperti Singapura dan Malaysia yang mengandalkan gas serta Indonesia yang masih mempertahankan batu bara.
Laporan EMBER tersebut juga mengungkap, pengembangan energi surya dan angin di ASEAN akan saling melengkapi jika didukung pembangunan jaringan listrik lintas negara.
Contohnya, faktor kapasitas PLTS di semenanjung Malaysia dan Singapura yang mencapai puncak 20 persen pada Januari-April,
Hal tersebut selaras dengan kapasitas faktor PLTB di Indonesia yang mencapai 30 persen pada Mei-Oktober.
Baca juga: Jaringan Listrik Lintas ASEAN Penting Penetrasi Energi Terbarukan
Kondisi ini membantu menyeimbangkan permintaan dan pasokan listrik lintas negara.
Saat ini, dari 18 rencana jaringan listrik lintas negara, delapan jaringan sudah selesai dibangun dan memungkinkan ekspor listrik hingga 7,7 gigawatt (GW).
Jaringan listrik yang menghubungkan Laos, Thailand, Malaysia, hingga Singapura jadi tonggak penting kerja sama energi regional ASEAN.
ASEAN Power Grid berikutnya yang disasar yakni jaringan listrik lintas Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Baca juga: 75 Mahasiswa RI Dapat Beasiswa Erasmus Eropa, Terbanyak di ASEAN
Interkoneksi jaringan listrik yang lebih baik, pemanfaatan baterai penyimpanan, dan adopsi teknologi inovatif yang mendukung fleksibilitas hijau, dapat menopang transisi energi di ASEAN.
Hal ini juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, ketahanan energi, dan keberlanjutan.
Dinita menuturkan, transisi energi terbarukan menjanjikan dibukanya lapangan kerja baru, ketahanan energi yang lebih kuat, dan pertumbuhan ekonomi.
"Upaya bersama melalui program interkoneksi dan kerja sama internasional menawarkan solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi regional ini," kata Dinita.
Baca juga: Perkuat Penanganan TBC Asia Tenggara, ASEAN Luncurkan Program AIDP
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya