KOMPAS.com - Lembaga DNV menyebutkan, 2024 menjadi tahun dimulainya transisi energi global yang sebenarnya.
Tahun lalu, transisi energi global dinilai belum dinilai sepenuhnya. Sebab, energi bersih belum benar-benar menggantikan bahan bakar fosil secara absolut.
Hal tersebut mengemuka dalam laporan terbaru DNV, Energy Transition Outlook 2024 yang dirilis baru-baru ini.
Baca juga: IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan baterai berkembang pesat daripada proyeksi sebelumnya.
Pada 2023, instalasi PLTS secara global mencapai 400 gigawatt (GW) atau naik 80 persen.
Salah satu faktor meningkatnya PLTS secara drastis adalah harga baterai yang semakin murah, turut 14 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal tersebut membuat combo pembangkitan listrik dari energi surya dan penyimpanan listriknya menjadi semakin mudah untuk diakses.
Baca juga: Ini Sejumlah Kendala dalam Mengejar Target Transisi Energi di Indonesia
Presiden Grup dan CEO DNV Remi Eriksen mengatakan, 2024 menjadi tahun di mana transisi energi global telah dimulai.
"Ini juga merupakan tahun di mana emisi kemungkinan akan mencapai puncaknya," kata Eriksen dikutip dari situs web DNV.
Menurut analisis DNV, emisi diperkirakan akan menurun mulai tahun depan dan seterusnya untuk pertama kalinya sejak Revolusi Industri.
DNV memproyeksikan, emisi pada tahun 2050 akan berkurang hampir setengahnya dari tingkat saat ini.
Baca juga: Pengertian Transisi Energi Berkeadilan dan Strateginya
Penurunan ini terutama didorong oleh pertumbuhan pesat sumber energi terbarukan, khususnya PLTS dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), ditambah dengan meningkatnya penggunaan kendaraan listrik.
Eriksen menyatakan, proyeksi tersebut menjadi kabar bagus. Akan tetapi, dunia tidak boleh terlebih dulu merayakannya.
Sebab, fokus lain yang perlu menjadi perhatian adalah seberapa cepat dunia dapat menurunkan emisi, khususnya dari sektor energi.
"Yang mengkhawatirkan, penurunan yang kita perkirakan masih sangat jauh dari lintasan yang dibutuhkan untuk memenuhi target Perjanjian Paris," kata Eriksen.
Baca juga: Dukung Transisi Energi Bersih Berkelanjutan, Kalbe Morinaga Resmikan PLTS Atap di Karawang
Agar memenuhi target Perjanjian Paris untuk mencegah kenaikan suhu 1,5 derajat celsius, dunia harus lebih ambisius dalam menurunkan emisi.
DNV juga menggarisbawahi, porsi bauran energi terbarukan terus berkembang, tetapi belum cukup pesat. Saat ini, porsi energi fosil masih sekitar 80 persen.
Pada 2050, DNV memproyeksikan bauran energi akan terbagi rata antara bahan bakar fosil dengan energi terbarukan.
Energi terbarukan diperkirakan akan tumbuh 2,2 kali lipat dari sekarang hingga tahun 2030. Meskipun cukup mengesankan, hal tersebut masih tertinggal dari tujuan COP28 untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat.
Baca juga: Biomassa Jadi Jembatan Penting Menuju Percepatan Transisi Energi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya