Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI dan Asean Diingatkan untuk Siapkan Infrastruktur Daur Ulang Baterai Mobil Listrik

Kompas.com, 27 Oktober 2024, 11:00 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan permintaan logam seperti lithium, nikel, dan kobalt yang digunakan sebagai baterai untuk perangkat yang ditenagai listrik bakal meningkat empat kali lipat pada 2040.

Hal tersebut bisa jadi kabar gembira karena menjadi indikator bahwa upaya elektrifikasi yang diperjuangkan untuk lepas dari penggunaan bahan bakar fosil berhasil.

Namun kabar buruknya, tanpa infrastruktur daur ulang, baterai yang dibuang usai digunakan dan bahan kimia beracunnya bisa menimbulkan bahaya lebih lanjut bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Baca juga:

Mengutip Eco Business, Sabtu (26/10/2024) para ahli pun khawatir bahwa Asia Tenggara akan tertinggal dalam hal daur ulang saat pemerintah kawasan tersebut berusaha mengganti lebih banyak kendaraan listrik.

Misalnya saja, Indonesia yang menargetkan 2 juta kendaraan listrik roda empat di jalan pada tahun 2030.

Banjir Baterai Bekas

Laporan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia menunjukkan peralihan ke kendaraan listrik dapat membanjiri Asia Tenggara dengan baterai bekas senilai 2.166 gigawatt per jam pada tahun 2040.

Baterai yang sudah tidak dipakai lagi ini dikategorikan sebagai limbah elektronik atau e-waste, yang sering kali berbahaya. Sementara di sisi lain proses daur ulang belum berjalan maksimal.

Dari 62 juta ton e-waste yang diproduksi secara global pada tahun 2022, hanya kurang dari seperempatnya saja yang berhasil di daur ulang. Di beberapa wilayah Asia Tenggara, tingkat daur ulang e-waste ini bahkan lebih rendah.

Amy Khor, Menteri Senior untuk Keberlanjutan dan Lingkungan mengungkapkan Singapura diperkirakan menghasilkan 60.000 ton e-waste per tahun, tetapi hanya 6 persen yang didaur ulang.

Sedangkan di Indonesia, 2 juta ton sampah elektronik diproduksi pada tahun 2021, dan hanya sekitar 17 persen yang didaur ulang.

Pada tahun 2021, pemerintah mendirikan Perusahaan Baterai Indonesia untuk memproduksi dan mendaur ulang baterai dan tahun ini mengeluarkan aturan baru yang mengatur pengurangan dan pengelolaan sampah elektronik.

Baca juga:

Namun, masih belum jelas bagaimana baterai yang tidak terpakai akan dikumpulkan.

“Sejauh ini kami kekurangan infrastruktur, termasuk tempat pengumpulan, metode transportasi, dan fasilitas pengolahan, untuk menangani sampah elektronik dan baterai,” ungkap Abdul Ghofar, manajer kampanye polusi dan keadilan perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

"Kami juga membutuhkan pemerintah untuk mempromosikan dan memberikan edukasi yang lebih baik kepada masyarakat mengenai pentingnya daur ulang baterai,” tambah Jayden Goh, dari EcoNiLi, perusahaan daur ulang baterai.

Bisnis daur ulang baterai global sendiri akan meningkatkan kapasitas lima kali lipat pada tahun 2030, yang 70 persennya direncanakan di Tiongkok, produsen baterai lithium-ion terkemuka di dunia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau