Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Peringatkan Bumi Makin Tidak Layak Huni

Kompas.com - 01/11/2024, 15:41 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kelompok peneliti yang terdiri dari 80 peneliti dari 45 negara memperingatkan tantangan global yang bakal dihadapi oleh umat manusia.

Menurut mereka, bumi menjadi semakin tidak layak huni karena planet ini terus menghangat akibat perubahan iklim yang didorong oleh emisi buatan manusia.

Kondisi tersebut memicu peristiwa iklim ekstrem yang mengancam penghuni, ekosistem dan infrastruktur di planet dengan konsekuensi yang parah.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Ekonomi Negara Asia dan Pasifik Rugi Besar

"Laporan ini memperlihatkan bahwa dunia menghadapi tantangan skala planet. Namun juga memberikan solusi jelas, yang menunjukkan bahwa dengan tindakan mendesak dan tegas, kita masih bisa menghindari tantangan itu," tulis peneliti.

Laporan berjudul 10 New Insights in Climate Change, ini dirilis setiap tahun oleh para peneliti di Future Earth, The Earth League, dan the World Climate Research Programme.

Melalui laporan tersebut, kelompok peneliti ini bertujuan memberi wawasan yang membantu para pembuat kebijakan dan negosiator di United Nations Framework Convention on Climate Change, yang juga dikenal dengan COP.

Baca juga: Antisipasi Perubahan Iklim, Langkah Membumi Festival 2024 Digelar Pada 2-3 November

Tak Layak Huni

Dalam laporannya, peneliti menyebut ada beberapa alasan yang membuat mereka menyimpulkan Bumi menjadi tempat yang makin tak layak huni.

Mengutip Independent, Jumat (1/11/2024) penulis mengatakan bahwa metana, gas rumah kaca kuat yang dipancarkan selama produksi batu bara, alam, gas, dan minyak, serta oleh industri pertanian dan tempat pembuangan sampah, merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap pemanasan iklim setelah karbon dioksida.

Dan tingkat metana tersebut melonjak, terutama didorong oleh aktivitas manusia.

"Kita memiliki cukup informasi tentang emisi metana untuk mengambil tindakan. Kebijakan yang dapat ditegakkan untuk mendorong pengurangan emisi sangat penting. Tidak hanya pengurangan di sektor bahan bakar fosil dan limbah, mengatasi emisi pertanian juga penting," catatan laporan tersebut.

Laporan tersebut mengatakan bahwa pengurangan polusi udara telah membantu kesehatan masyarakat di beberapa wilayah.

Namun, pada saat yang sama, perubahan jumlah partikel di udara di atmosfer telah mengurangi efek pendinginan yang ditimbulkan partikel-partikel tersebut terhadap iklim.

Beberapa partikel memang dapat memantulkan sinar matahari, membantu mendinginkan atmosfer.

Tahun 2024 ini pun bisa jadi tahun terpanas di Bumi. Cuaca yang makin hangat serta lembap membuat planet makin tidak layak huni yang diperkirakan akan berdampak pada 600 juta orang.

 

Baca juga: Kota-kota di Dunia Tidak Siap Hadapi Dampak Perubahan Iklim

Dengan makin meningkatnya pemanasan di masa mendatang, diperkirakan 10 persen populasi Bumi akan mengalami efek peningkatan suhu tersebut. Namun mereka yang berada di belahan Bumi selatan lebih rentan daripada yang lain.

Wanita hamil, anak-anak serta calon bayi juga bakal menghadapi peningkatan risiko dari iklim ekstrem, seperti panas dan banjir.

Mereka yang hidup dalam tingkat kemiskinan tinggi dan norma gender "mengakar" yang mencegah perempuan mengubah praktik yang dapat membuat mereka terpapar pada kondisi tersebut, terkena dampak yang tidak proporsional.

Kerusakan Amazon

Lebih lanjut, keanekaragaman hayati dan ekosistem di Bumi juga menderita. Contohnya saja di Amazon yang telah merasakan berbagai iklim ekstrem tahun ini.

"Karena perubahan iklim, hutan Amazon mendekati berbagai ambang batas (terkait dengan suhu, curah hujan, dan musim), yang jika melampaui ambang batas tersebut dapat memicu perubahan ekologi yang signifikan, yang berpotensi menyebabkan keruntuhan hutan skala besar," kata laporan tersebut.

Amazon, yang merupakan rumah bagi miliaran pohon yang menyerap karbon dioksida, menghasilkan 20 persen oksigen Bumi. Namun, ratusan juta pohon telah ditebang untuk memberi ruang bagi peternak sapi.

Baca juga: Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

The International Union for Conservation of Nature Red List mengatakan bahwa lebih dari sepertiga spesies pohon di dunia terancam punah dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan spesies menghilang 10 hingga 100 kali lebih cepat daripada dalam 10 juta tahun terakhir, dengan tiga perempat daratan Bumi diubah oleh manusia.

Para ilmuwan mengatakan infrastruktur manusia yang penting juga semakin terekspos dan rentan terhadap bahaya karena perubahan iklim.

Perubahan iklim juga menimbulkan kekhawatiran tentang pola iklim yang lebih ekstrem serta runtuhnya sistem arus penting yang mengalirkan air di dalam Samudra Atlantik yang membawa air hangat ke utara dan air dingin ke selatan.

Runtuhnya sistem tersebut bisa terjadi jauh lebih cepat dari perkiraan dan berpotensi berdampak menimbulkan bencana seperti kekeringan yang meluas, banjir, dan suhu yang menurun drastis di Eropa.

"Dampaknya terhadap iklim global, pola cuaca, dan kesejahteraan manusia akan sangat parah," kata laporan tersebut.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Dorong Irigasi Berkelanjutan, Balai Teknik Irigasi Kementerian PU Jalin Kerja Sama dengan MRC

Dorong Irigasi Berkelanjutan, Balai Teknik Irigasi Kementerian PU Jalin Kerja Sama dengan MRC

Pemerintah
Dorong Pemakaian EV, Penempatan Stasiun Pengisian Listrik Perlu Diperhatikan

Dorong Pemakaian EV, Penempatan Stasiun Pengisian Listrik Perlu Diperhatikan

Pemerintah
Ilmuwan Peringatkan Bumi Makin Tidak Layak Huni

Ilmuwan Peringatkan Bumi Makin Tidak Layak Huni

Pemerintah
Greenpeace: Restorasi Lahan Gambut 10 Tahun Terakhir Tidak Memuaskan

Greenpeace: Restorasi Lahan Gambut 10 Tahun Terakhir Tidak Memuaskan

LSM/Figur
Presiden Prabowo Didorong Jadikan Transisi Energi Misi Nasional

Presiden Prabowo Didorong Jadikan Transisi Energi Misi Nasional

LSM/Figur
Di COP16 Kolombia, Masyarakat Sipil Desak Pemerintah RI Batasi Produksi Nikel

Di COP16 Kolombia, Masyarakat Sipil Desak Pemerintah RI Batasi Produksi Nikel

LSM/Figur
Kali Pertama dalam 130 Tahun Gunung Fuji Telat Bersalju, Pertanda Buruk?

Kali Pertama dalam 130 Tahun Gunung Fuji Telat Bersalju, Pertanda Buruk?

Pemerintah
Perubahan Iklim Bikin Ekonomi Negara Asia dan Pasifik Rugi Besar

Perubahan Iklim Bikin Ekonomi Negara Asia dan Pasifik Rugi Besar

LSM/Figur
Jaga Keanekaragaman Hayati, Masyarakat Adat Kalimantan Bersuara di COP 16

Jaga Keanekaragaman Hayati, Masyarakat Adat Kalimantan Bersuara di COP 16

LSM/Figur
Nol Emisi Kini Bukan Sekedar Mimpi Ibu Pertiwi...

Nol Emisi Kini Bukan Sekedar Mimpi Ibu Pertiwi...

Swasta
Dana Infrastruktur Transisi Energi Terkumpul 215 Miliar Dollar AS Sejak 2014

Dana Infrastruktur Transisi Energi Terkumpul 215 Miliar Dollar AS Sejak 2014

Pemerintah
Mengalirkan Harapan Energi Bersih Berkelanjutan pada Ratusan PLTA di Negeri Kaya Air

Mengalirkan Harapan Energi Bersih Berkelanjutan pada Ratusan PLTA di Negeri Kaya Air

BUMN
Tiap Pengiriman E-mail dan Posting di Medsos Berpotensi Merusak Lingkungan

Tiap Pengiriman E-mail dan Posting di Medsos Berpotensi Merusak Lingkungan

LSM/Figur
10 Negara dengan Kapasitas Baterai Paling Besar di Dunia, China Nomor Wahid

10 Negara dengan Kapasitas Baterai Paling Besar di Dunia, China Nomor Wahid

Pemerintah
19 Persen Kawasan Ekosistem Esensial Ada di Dalam HGU

19 Persen Kawasan Ekosistem Esensial Ada di Dalam HGU

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau