KOMPAS.com - Kelompok peneliti yang terdiri dari 80 peneliti dari 45 negara memperingatkan tantangan global yang bakal dihadapi oleh umat manusia.
Menurut mereka, bumi menjadi semakin tidak layak huni karena planet ini terus menghangat akibat perubahan iklim yang didorong oleh emisi buatan manusia.
Kondisi tersebut memicu peristiwa iklim ekstrem yang mengancam penghuni, ekosistem dan infrastruktur di planet dengan konsekuensi yang parah.
Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Ekonomi Negara Asia dan Pasifik Rugi Besar
"Laporan ini memperlihatkan bahwa dunia menghadapi tantangan skala planet. Namun juga memberikan solusi jelas, yang menunjukkan bahwa dengan tindakan mendesak dan tegas, kita masih bisa menghindari tantangan itu," tulis peneliti.
Laporan berjudul 10 New Insights in Climate Change, ini dirilis setiap tahun oleh para peneliti di Future Earth, The Earth League, dan the World Climate Research Programme.
Melalui laporan tersebut, kelompok peneliti ini bertujuan memberi wawasan yang membantu para pembuat kebijakan dan negosiator di United Nations Framework Convention on Climate Change, yang juga dikenal dengan COP.
Baca juga: Antisipasi Perubahan Iklim, Langkah Membumi Festival 2024 Digelar Pada 2-3 November
Tak Layak Huni
Dalam laporannya, peneliti menyebut ada beberapa alasan yang membuat mereka menyimpulkan Bumi menjadi tempat yang makin tak layak huni.
Mengutip Independent, Jumat (1/11/2024) penulis mengatakan bahwa metana, gas rumah kaca kuat yang dipancarkan selama produksi batu bara, alam, gas, dan minyak, serta oleh industri pertanian dan tempat pembuangan sampah, merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap pemanasan iklim setelah karbon dioksida.
Dan tingkat metana tersebut melonjak, terutama didorong oleh aktivitas manusia.
"Kita memiliki cukup informasi tentang emisi metana untuk mengambil tindakan. Kebijakan yang dapat ditegakkan untuk mendorong pengurangan emisi sangat penting. Tidak hanya pengurangan di sektor bahan bakar fosil dan limbah, mengatasi emisi pertanian juga penting," catatan laporan tersebut.
Laporan tersebut mengatakan bahwa pengurangan polusi udara telah membantu kesehatan masyarakat di beberapa wilayah.
Namun, pada saat yang sama, perubahan jumlah partikel di udara di atmosfer telah mengurangi efek pendinginan yang ditimbulkan partikel-partikel tersebut terhadap iklim.
Beberapa partikel memang dapat memantulkan sinar matahari, membantu mendinginkan atmosfer.
Tahun 2024 ini pun bisa jadi tahun terpanas di Bumi. Cuaca yang makin hangat serta lembap membuat planet makin tidak layak huni yang diperkirakan akan berdampak pada 600 juta orang.
Baca juga: Kota-kota di Dunia Tidak Siap Hadapi Dampak Perubahan Iklim
Dengan makin meningkatnya pemanasan di masa mendatang, diperkirakan 10 persen populasi Bumi akan mengalami efek peningkatan suhu tersebut. Namun mereka yang berada di belahan Bumi selatan lebih rentan daripada yang lain.
Wanita hamil, anak-anak serta calon bayi juga bakal menghadapi peningkatan risiko dari iklim ekstrem, seperti panas dan banjir.
Mereka yang hidup dalam tingkat kemiskinan tinggi dan norma gender "mengakar" yang mencegah perempuan mengubah praktik yang dapat membuat mereka terpapar pada kondisi tersebut, terkena dampak yang tidak proporsional.
Kerusakan Amazon
Lebih lanjut, keanekaragaman hayati dan ekosistem di Bumi juga menderita. Contohnya saja di Amazon yang telah merasakan berbagai iklim ekstrem tahun ini.
"Karena perubahan iklim, hutan Amazon mendekati berbagai ambang batas (terkait dengan suhu, curah hujan, dan musim), yang jika melampaui ambang batas tersebut dapat memicu perubahan ekologi yang signifikan, yang berpotensi menyebabkan keruntuhan hutan skala besar," kata laporan tersebut.
Amazon, yang merupakan rumah bagi miliaran pohon yang menyerap karbon dioksida, menghasilkan 20 persen oksigen Bumi. Namun, ratusan juta pohon telah ditebang untuk memberi ruang bagi peternak sapi.
Baca juga: Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim
The International Union for Conservation of Nature Red List mengatakan bahwa lebih dari sepertiga spesies pohon di dunia terancam punah dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan spesies menghilang 10 hingga 100 kali lebih cepat daripada dalam 10 juta tahun terakhir, dengan tiga perempat daratan Bumi diubah oleh manusia.
Para ilmuwan mengatakan infrastruktur manusia yang penting juga semakin terekspos dan rentan terhadap bahaya karena perubahan iklim.
Perubahan iklim juga menimbulkan kekhawatiran tentang pola iklim yang lebih ekstrem serta runtuhnya sistem arus penting yang mengalirkan air di dalam Samudra Atlantik yang membawa air hangat ke utara dan air dingin ke selatan.
Runtuhnya sistem tersebut bisa terjadi jauh lebih cepat dari perkiraan dan berpotensi berdampak menimbulkan bencana seperti kekeringan yang meluas, banjir, dan suhu yang menurun drastis di Eropa.
"Dampaknya terhadap iklim global, pola cuaca, dan kesejahteraan manusia akan sangat parah," kata laporan tersebut.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya