KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan ada sembilan rekomendasi percepatan transisi energi berkeadilan dan terarah.
Pertama, secara jangka pendek pemerintah harus menetapkan target maupun peta jalan transisi energi, dengan pilihan biaya yang paling murah. Kemudian, pasokan yang optimal dan penurunan emisi gas rumah kaca menuju target pembatasan suhu Bumi 1,5 derajat celsius.
“Komitmen transisi energi perlu diperkuat dengan peningkatan target bauran energi terbarukan dalam Kebijakan Energi Nasional, mengembalikan target 23 persen bauran pada 2025, dan meningkatkan signifikan target bauran 2030," ungkap Fabby dalam keterangan tertulis, Jumat (8/11/2024).
Baca juga:
Penyusunan peta jalan transisi, lanjut dia, perlu transparan terhadap implikasi biaya dari berbagai skenario yang dipertimbangkan untuk pembiayaan yang optimal.
Kedua, mengakselerasi penyelesaian kebijakan dan regulasi transisi energi dalam perencanaan guna mendukung peta jalan transisi energi Indonesia.
Fabby menyebutkan bahwa beberapa kebijakan transisi energi perlu diselesaikan dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.
Kebijakan itu mencakup Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), peta jalan pengakhiran operasi PLTU batubara, serta Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Ketiga, melakukan reformasi subsidi dan kompensasi energi ke dukungan sosial langsung. Pemerintah dinilai memerlukan tim dan menyusun strategi reformasi subsidi kompensasi energi kepada kelompok rentan hingga masyarakat yang berpotensi masuk kelas menengah.
Keempat, menerapkan reformasi kebijakan sektor ketenagalistrikan sesuai rekomendasi yang disusun dalam Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP).
Dokumen ini merekomendasikan pilihan prioritas untuk penyesuaian regulasi ketenagalistrikan, memungkinkan Indonesia mendorong implementasi pendanaan just energy transition partnership (JETP) dan pendanaan lanjutannya.
Kelima, pengentasan program dedieselisasi 5400 unit PLTD berkapasitas 3,5 GW dengan pembangkit energi terbarukan setempat untuk memberikan listrik yang cukup untuk tingkat akses listrik dengan level tier-3. Sebab, rencana dedieselisasi telah ditunda selama tiga tahun belakangan.
Menurut Fabby, pelaksanaannya dapat mengurangi biaya pembangkitan listrik lokal hingga mengurangi kebutuhan diesel dan impornya.
Baca juga: Transisi Energi Perlu Berlangsung Secara Adil dan Terarah
Sementara itu, untuk jangka panjang IESR merekomendasikan pembangunan diplomasi energi untuk menarik investasi dan transfer teknologi melalui kerjasama Selatan-Selatan.
Selanjutnya, menciptakan faktor pendukung yang mendorong transformasi model bisnis industri dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam transisi energi.
“Transisi energi akan menyebabkan transformasi model bisnis industri serta BUMN yang ada di masing-masing sektor. Transformasi terjadi karena disrupsi teknologi energi bersih yang semakin murah,” kata Fabby.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya