Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Pangan Berkelanjutan Cegah 300 Juta Orang Kekurangan Gizi

Kompas.com - 21/11/2024, 17:00 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber ESG News

KOMPAS.com - Laporan dari lembaga akuntan global, Deloitte, yang berjudul Turning Point: Feeding the World Sustainably, merinci manfaat ekonomi dan sosial dari transformasi produksi pangan global ke sistem yang berkelanjutan.

Analisis Deloitte menyoroti bahwa mengatasi kekurangan gizi dan mendekarbonisasi sektor pertanian merupakan tantangan global yang saling terkait.

Saat ini saja hampir 10 persen populasi global atau sekitar 730 juta orang menghadapi permasalahan kekurangan gizi.

Namun dengan adanya sistem pangan yang berkelanjutan dapat mendukung 300 juta orang yang saat ini kekurangan gizi.

Baca juga:

"Berinvestasi dan mendukung sistem pangan berkelanjutan berpotensi mengangkat ratusan juta orang keluar dari kekurangan gizi, melestarikan sumber daya, dan mengurangi perubahan iklim," ungkap Jennifer Steinmann, pemimpin Bisnis Keberlanjutan Global Deloitte.

Keuntungan Ekonomi

Lebih lanjut, mengutip ESG News, Kamis (21/11/2024) laporan menyebut membatasi pemanasan global hingga di bawah 2 derajat Celsius sambil meningkatkan produksi pangan hingga 40 persen juga dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang signifikan.

Pemodelan Deloitte memperkirakan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan PDB global hingga 121 triliun dollar AS dan mengurangi harga pangan hingga 16 persen, sehingga memungkinkan pola makan yang lebih sehat.

Randy Jagt, pemimpin Deloitte Global Future of Food mengatakan dunia tengah menghadapi krisis dalam sistem pangan global.

"Perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, tekanan pada sumber daya yang terbatas, dan panen yang lebih sedikit secara signifikan menghambat kemampuan untuk memberi makan dunia secara berkelanjutan," katanya.

"Mengubah sistem pangan global kita untuk fokus pada keberlanjutan tidak hanya akan mengatasi tantangan tersebut tetapi juga secara signifikan menguntungkan populasi yang terkena dampak kerawanan pangan dan perubahan iklim," papar Jagt.

Risiko Tidak Bertindak

Akan tetapi laporan juga memperingatkan bahwa tanpa intervensi yang signifikan, perubahan iklim dapat merugikan ekonomi global sebesar 190 triliun dollar AS antara tahun 2025 dan 2070.

Baca juga:

Potensi kerusakan akibat perubahan iklim yang tidak terkendali itu kemudian dapat mengurangi nilai industri pangan primer sebesar 13 triliun dollar AS dan berdampak pada manufaktur dan layanan pangan sebesar 12 triliun dollar AS.

“Cara kita meningkatkan produksi pangan secara historis tidak lagi layak. Memberi makan dunia secara berkelanjutan memerlukan perubahan mendasar dalam skala besar,” papar Dr. Pradeep Philip, salah satu penulis
laporan.

Lebih lanjut, Deloitte pun mengusulkan lima strategi sebagai solusi untuk transformasi sistem pangan berkelanjutan, yaitu mempercepat inovasi dan peningkatan produktivitas di bidang pertanian, berinvestasi dalam melindungi modal alam seperti tanah dan air.

Kemudian mengurangi emisi global untuk membatasi dampak perubahan iklim, mempromosikan pilihan konsumen yang berkelanjutan, serta meningkatkan sirkularitas untuk mengatasi pemborosan makanan dan efisiensi sumber daya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Dukung Energi Bersih Nasional, BCE Kembangkan Dua PLTA di Sukabumi

Dukung Energi Bersih Nasional, BCE Kembangkan Dua PLTA di Sukabumi

Swasta
Ekonomi Restoratif Disebut Bisa Tekan Angka Kemiskinan

Ekonomi Restoratif Disebut Bisa Tekan Angka Kemiskinan

Pemerintah
Penggunaan Amonia untuk Bahan Bakar Hijau Kapal Hadapi Tantangan

Penggunaan Amonia untuk Bahan Bakar Hijau Kapal Hadapi Tantangan

Pemerintah
Komisi UE Perkirakan Investasi Obligasi Hijau Bisa Kurangi Emisi 55 Juta Ton Per Tahun

Komisi UE Perkirakan Investasi Obligasi Hijau Bisa Kurangi Emisi 55 Juta Ton Per Tahun

Pemerintah
Program Nusantara Peduli Stunting di Makassar Terus Berlanjut, Beri Dampak yang Lebih Luas

Program Nusantara Peduli Stunting di Makassar Terus Berlanjut, Beri Dampak yang Lebih Luas

Swasta
Lewat Program APGreen, APG Lestarikan Lingkungan Pulau Pramuka dengan Aksi Kolektif

Lewat Program APGreen, APG Lestarikan Lingkungan Pulau Pramuka dengan Aksi Kolektif

Swasta
Dorong Peran Aktif Generasi Muda dalam Ketahanan Pangan Nasional, Pupuk Kaltim Sukses Gelar PKT-GAMA BCC 2024

Dorong Peran Aktif Generasi Muda dalam Ketahanan Pangan Nasional, Pupuk Kaltim Sukses Gelar PKT-GAMA BCC 2024

BUMN
Kura-kura Rote Makin Terancam Punah, Apa Penyebabnya?

Kura-kura Rote Makin Terancam Punah, Apa Penyebabnya?

Pemerintah
Peta Bencana Diluncurkan untuk Bantu Nelayan Tradisional

Peta Bencana Diluncurkan untuk Bantu Nelayan Tradisional

LSM/Figur
Separuh Ladang Penggembalaan Dunia Rusak karena Eksploitasi Berlebih

Separuh Ladang Penggembalaan Dunia Rusak karena Eksploitasi Berlebih

LSM/Figur
Ekonom: Negara Berkembang Butuh Pendanaan Iklim yang Tak Bebani Ekonomi

Ekonom: Negara Berkembang Butuh Pendanaan Iklim yang Tak Bebani Ekonomi

LSM/Figur
Pentingnya Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Hutan

Pentingnya Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Hutan

Pemerintah
Pendanaan Iklim COP29 Dapat Digunakan untuk Pensiunkan PLTU

Pendanaan Iklim COP29 Dapat Digunakan untuk Pensiunkan PLTU

Pemerintah
Tak Ada Negara Kebal Kekeringan, Perlu Antisipasi hingga Adaptasi

Tak Ada Negara Kebal Kekeringan, Perlu Antisipasi hingga Adaptasi

LSM/Figur
Kompas.com Gelar FGD Bersama Pelaku Industri soal Hilirisasi Nikel

Kompas.com Gelar FGD Bersama Pelaku Industri soal Hilirisasi Nikel

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau