Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produsen Mobil Global Gagal Penuhi Komitmen Transisi Kendaraan Listrik

Kompas.com - 06/12/2024, 21:14 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Edie

KOMPAS.com - Sebuah laporan baru dari World Benchmarking Alliance (WBA) mengungkapkan bahwa sebagian besar produsen mobil global gagal membuat komitmen finansial dan operasional yang diperlukan untuk transisi ke kendaraan listrik dan model bisnis rendah karbon.

Laporan berjudul ‘2024 Automotive and Transportation Manufacturers Benchmark’ ini mengevaluasi 30 produsen otomotif dan 14 produsen transportasi yang bersama-sama mewakili 80 persen penjualan mobil global.

Dikutip dari Edie, Jumat (6/12/2024) laporan menyoroti meski penjualan kendaraan listrik (EV) meningkat dua kali lipat dari 7 persen pada 2021 menjadi 14 persen pada 2023, perkembangan jangka panjang industri ini masih mengkhawatirkan.

Baca juga:

Pasalnya, tak satu pun dari 30 produsen otomotif yang dinilai berkomitmen untuk menghentikan penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil pada 2035. Hanya enam dari 30 produsen yang menjanjikan elektrifikasi penuh di pasar.

Perencanaan saat ini menunjukkan bahwa hanya 40 persen kendaraan yang diproduksi pada tahun 2035 akan sepenuhnya menggunakan listrik.

Komitmen Finansial

Berdasarkan laporan tersebut, komitmen finansial untuk transisi juga masih kurang.

Meskipun 60 persen perusahaan telah menyusun rencana transisi rendah karbon, hanya tujuh perusahaan yang mewakili 28 persen produksi global, yang berjanji untuk meningkatkan investasi rendah karbon pada tahun 2025.

Dari jumlah tersebut, hanya dua perusahaan yang mengungkapkan komitmen keuangan yang selaras dengan skala perubahan yang diperlukan.

Pendapatan dari penjualan kendaraan rendah karbon rata-rata hanya 17 persen, dengan sebagian besar pendapatan masih terkait dengan kendaraan berbahan bakar fosil.

Laporan ini menekankan bahwa tanpa perubahan finansial yang besar, jalan menuju dekarbonisasi akan terlihat tidak pasti.

“Jika industri otomotif ingin mempercepat kemajuan yang berarti untuk membatasi kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius, industri otomotif harus berkomitmen tanpa syarat terhadap model bisnis yang meningkatkan elektrifikasi secara global," ungkap pemimpin dekarbonisasi dan transformasi energi WBA, Vicky Sins.

Tantangan Produksi Baterai

Laporan juga menyoroti bahwa produksi baterai yang merupakan pendorong utama emisi hulu dalam rantai pasokan kendaraan listrik masih merupakan tantangan yang terabaikan.

Hanya dua produsen mobil yang mewajibkan pemasok untuk memenuhi target emisi yang selaras dengan pembatasan 1,5 derajat Celsius.

Namun, ada tanda-tanda kemajuan karena 11 perusahaan beralih ke produksi baterai internal yang dapat meningkatkan pengawasan dan mengurangi emisi.

Baca juga:

Transisi tenaga kerja yang diperlukan untuk elektrifikasi juga merupakan tantangan lain yang dihadapi.

Memproduksi kendaraan listrik memerlukan keterampilan yang berbeda dibandingkan dengan kendaraan bermesin pembakaran internal.

Akan tetapi hanya empat perusahaan yang berkomitmen untuk meningkatkan keterampilan karyawannya, dan tidak ada satu pun yang melakukan penilaian menyeluruh untuk mengidentifikasi kesenjangan keterampilan.

WBA memperingatkan bahwa kurangnya persiapan menyebabkan 1,3 juta pekerja berisiko tertinggal dan banyak perusahaan tidak menawarkan jalur yang jelas untuk mempersiapkan tenaga kerja mereka menghadapi masa depan rendah karbon.

Upaya untuk melibatkan pekerja dan masyarakat dalam masa transisi juga masih belum memadai.

Hanya lima pabrikan yang terlibat dalam dialog sosial yang bermakna untuk melibatkan pekerja dalam perencanaan masa depan.

Baca juga: Lego Ganti Bahan Bakar Fosil dengan Plastik Terbarukan untuk Produknya

Laporan WBA ini pun menyoroti kebutuhan mendesak bagi produsen otomotif dan transportasi untuk mempercepat dekarbonisasi melalui peningkatan investasi pada teknologi rendah karbon, pengawasan yang lebih ketat terhadap rantai pasokan, dan pelatihan ulang keterampilan tenaga kerja yang komprehensif.

“Dekarbonisasi saja tidak cukup. Perusahaan-perusahaan ini perlu berbuat lebih banyak untuk memanfaatkan dialog sosial dan melibatkan pekerja serta pemangku kepentingan yang terkena dampak guna mencapai transisi yang adil,” tambah Sins.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau