Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP Gandeng WWF untuk Lindungi Habitat Hiu dan Pari

Kompas.com, 22 November 2024, 16:34 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Yayasan WWF Indonesia, untuk memperkuat perlindungan terhadap habitat hiu dan pari.

Kegiatan ini merupakan upaya pengelolaan 20 spesies prioritas dan target perluasan kawasan konservasi di perairan, yang menjadi target KKP.

Profesor James Cook University Colin Simpfendorfer mengungkapkan, perlindungan spasial dapat memberikan manfaat konservasi bagi beberapa spesies. Namun, beberapa pihak mempertanyakan seberapa luas perlindungan itu dapat digunakan secara efektif.

Baca juga:

"Hal ini dikarenakan banyaknya spesies hiu dan pari yang dapat berpindah dalam jarak yang cukup jauh, sehingga membawa mereka jauh melampaui batas kawasan lindung," ujar Simpfendorfer dalam keterangan tertulis, Jumat (22/11/2024).

"Dengan demikian, menambah ketidakpastian yang cukup besar terhadap peluang keberhasilan konservasi secara keseluruhan," imbuh dia.

Simpfendorfer berpendapat, pendekatan pada konservasi hiu bisa dilakukan dengan mengusung konsep habitat kritis, yakni area yang berperan pemting dalam kelangsungan hidup spesies target.

"Dengan mengidentifikasi dan memfokuskan pengelolaan pada habitat kritis ini, upaya konservasi kemungkinan besar akan berhasil,” papar dia.

Melalui pelatihan tersebut, otoritas pengelola dan unit teknis di lokasi kawasan konservasi di perairan dapat meningkatkan pemantauan spesies hingga mengidentifikasi area penting yang menjadi habitat kritis bagi spesies terancam punah.

KKP Kelola Habitat Hewan Terancam Punah

Sementara itu, Direktur Konservasi dan Ekosistem Biota Perairan (KEBP) KKP Firdaus Agung mengungkapkan, pihaknya telah mengelola 5,7 juta hektare habitat hiu dan pari. Selain itu, mengelola 5,5 juta hektar habitat penyu.

“KKP berkomitmen untuk memperluas kawasan konservasi laut hingga 30 persen pada 2045," kata Firdaus.

Menurutnya, pelatihan identifikasi kriteria habitat kritis diperlukan guna memperjelas kriteria pembentukan maupun efektivitas pengelolaan kawasan konservasi spesies terancam punah.

WWF-Indonesia mendukung kerja Pemerintah Indonesia untuk melindungi alam Indonesia, salah satunya kerjasama untuk mendukung target-target KKP.

Baca juga:

Kini, WWF Indonesia mendukung pembentukan kawasan konservasi perairan dengan luasan 5,4 juta hektare atau 18,3 persen dari total target perluasan.

"Kawasan konservasi ini juga menjadi habitat seperti hiu, pari, penyu, dugong, dan mamalia laut yang secara otomatis ikut terlindungi,” jelas Direktur Program Kelautan dan Perikanan Yayasan WWF Indonesia Imam Musthofa Zainudin.

Imam menyebut, WWF Indonesia juga mengembangkan dan menginisiasi pemulihan hiu serta pari secara global maupun regional.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pemerintah dan KI Bentuk Tim Pelaksana Budi Daya Udang Berkelanjutan di Banyuwangi
Pemerintah dan KI Bentuk Tim Pelaksana Budi Daya Udang Berkelanjutan di Banyuwangi
Pemerintah
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau