KOMPAS.com - Bara semangat terpancar dari mata Siddhesh Sakore di ruang pertemuan utama Konferensi Para Pihak ke-16 (COP16) Convention to Combat Desertification (UNCCD) di Riyadh, Arab Saudi.
Di hadapan forum internasional, pemuda asal Desa Kendur, Maharashtra, India, tersebut menceritakan perjuangannya memberdayakan masyarakat desanya yang miskin dan mayoritas bekerja sebagai petani.
Akar permasalahan kemiskinan adalah produktivitas pertanian yang sangat rendah disebabkan oleh degradasi lahan. Biang keladi degradasi lahan di sana diakibatkan penggunaan bahan kimia yang berlebihan.
Baca juga: Restorasi Lahan Perlu Libatkan Masyarakat Adat Lebih Banyak
"Mereka tidak tahu bahwa penggunaan bahan kimia merusak tanah. Dan mereka beranggapan agar tanah subur, mereka harus meningkatkan penggunaan pupuk kimia. Mereka jadi ketergantungan," kata Siddesh.
Setelah lulus kuliah, Siddesh justru memutuskan kembali ke kampung halaman untuk mengentaskan kemiskinan di sana. Langkahnya tersebut ditentang ayahnya, namun dia pantang mundur.
"Ayahku bekerja sangat keras sebagai petani agar bisa menguliahkanku agar aku tidak menjadi petani juga. Dia sangat marah ketika aku malah pulang dan menjadi petani," paparnya.
Siddesh berupaya untuk membalikkan lahan terdegradasi menjadi lahan yang kembali subur. Dia mendirikan Agro Ranger untuk mempromosikan pertanian berkelanjutan melalui agroforestri, memadukan tutupan pohon dengan tanaman pangan.
Dia mengaku awalnya tidak mudah. Kata-kata menyepelekan tak jarang dia terima. Setelah memberikan contoh keberhasilan praktik agroforestri, lambat laun banyak petani yang coba mempraktikkannya.
Baca juga: COP16 Riyadh: Perusahaan Didesak Perkuat Investasi Kesehatan Lahan
Selain itu, praktik pertanian yang dia tekankan adalah menghindari monokultur dan menghindari penggunaan bahan kimia agar bisa menjaga kesehatan tanah.
Kini, para petani di desanya menjadi lebih sejahtera dan tidak bergantung dengan satu komoditas saja sebagai pertanian.
"Kami menyediakan edukasi dan pelatihan kepada petani, bersamaan dengan akses pendanaan," papar Siddesh.
Upayanya tersebut membuatnya terpilih sebagai salah satu tokoh pejuang tanah Land Hero 2024 dari UNCCD.
Siddhesh juga menekankan peran pengetahuan lokal dan varietas benih lokal sebagai alternatif penting bagi ketahanan sistem pangan dibandingkan dengan agrokimia.
Baca juga: Pengelolaan Lahan dan Air Berkelanjutan Perlu Investasi Rp 4,8 Kuadriliun Per Tahun
Ia menekankan bahwa ketidakadilan pangan, distribusi pangan yang tidak merata, dan hilangnya pangan akibat kurangnya teknologi penyimpanan merupakan ancaman nyata bagi ketahanan pangan.
Siddesh bukan satu-satunya pemuda yang diberi kesempatan berbicara mengenai upaya, ide, dan pandangannya dalam upaya pemulihan lahan pertanian dan mempromosikan pertanian berkelanjutan dalam COP16.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya