KOMPAS.com - Studi terbaru mengungkapkan sekitar tiga perempat tanah di Bumi akan menjadi lebih kering atau mengering secara permanen dalam beberapa puluh tahun mendatang.
Temuan tersebut mengemuka dalam laporan terbaru para ilmuwan UN Convention to Combat Desertification (UNCCD) yang dirilis dalam Konferensi Para Pihak ke-16 (COP16) di Riyadh, Arab Saudi, Senin (9/12/2024).
Laporan berjudul The Global Threat of Drying Lands: Regional and global aridity trends and future projections tersebut mengemukakan, selama 30 tahun terakhir, 77,6 persen daratan Bumi mengalami kondisi yang lebih kering dibandingkan periode tiga dekade sebelumnya.
Baca juga: COP16 Riyadh Hasilkan Janji Rp 191 Triliun Atasi Kekeringan dan Degradasi Lahan
Lahan kering yang meluas membuat ekosistem dan penduduk yang tinggal di sana menderita akibat dampak kekeringan yang mengancam jiwa.
Sekitar 25 persen populasi dunia atau 2,3 miliar orang diperkirakan tinggal di wilayah yang akan mengalami kekeringan permanen.
Ilmuwan dari UNCCD Barron Orr menyampaikan, tanpa adanya upaya bersama-sama, miliaran orang akan terdampak kekeringan seperti kelaparan, kemiskinan, hingga pengungsian paksa.
"Namun, dengan merangkul solusi inovatif dan membina solidaritas global, umat manusia dapat bangkit untuk menghadapi tantangan ini," ujar Orr dikutip dari siaran pers, Senin (9/12/2024).
"Pertanyaannya bukanlah apakah kita memiliki alat untuk merespons, melainkan apakah kita memiliki kemauan untuk bertindak," sambungnya.
Dalam studi tersebut, para ilmuwan menyerukan lima rekomendasi mengatasi kekeringan dan pengeringan tanah yang terjadi.
Baca juga: Miliaran Orang Dilanda Kekeringan, Kemitraan Ketahanan Global Diluncurkan
Para ilmuwan menyerukan integrasi pengukuran kekeringan ke dalam sistem pemantauan kekeringan yang ada.
Pendekatan tersebut memungkinkan deteksi dini dan membantu memandu intervensi sebelum kondisi memburuk.
Sejumlah platform seperti informasi visual kekeringan dapat menyediakan data bagi para pembuat kebijakan dan peneliti.
Sehingga hal tersebut memungkinkan adanya peringatan dini dan intervensi tepat waktu.
Penilaian terstandarisasi dapat meningkatkan kerja sama global dan menginformasikan strategi adaptasi lokal.
Baca juga: Tak Ada Negara Kebal Kekeringan, Perlu Antisipasi hingga Adaptasi
Memberikan insentif bagi sistem penggunaan lahan berkelanjutan dapat mengurangi dampak meningkatnya kekeringan, khususnya di wilayah yang rentan.
Pasalnya, alih fungsi lahan di satu lokasi ternyata memengaruhi tempat lain.
Alih fungsi lahan juga perlu melibatkan partisipasi dan dukungan masyarakat adat dan lokal serta semua tingkat pemerintahan.
Investasi terhadap teknologi efisiensi air juga diperlukan untuk mengatasi pengeringan.
Teknologi tersebut seperti pemanenan air hujan, irigasi tetes, dan daur ulang air limbah.
Berbagai teknologi tersebut memberikan solusi pengelolaan sumber daya air yang langka di wilayah kering.
Baca juga: Periode Kekeringan di Masa Depan Akan Lebih Lama dari yang Diperkirakan
Membangun ketahanan di masyarakat yang rentan juga diperlukan untuk adaptasi terhadap kekeringan.
Pengetahuan lokal, pengembangan kapasitas, keadilan sosial, dan pemikiran holistik sangat penting untuk ketahanan.
Sejumlah program seperti pengembangan kapasitas, dukungan finansial, program pendidikan, layanan informasi iklim, dan inisiatif yang digerakkan oleh masyarakat dapat memberdayakan mereka yang paling terdampak oleh kekeringan untuk beradaptasi dengan kondisi yang berubah.
Petani yang beralih ke tanaman yang tahan kekeringan atau peternak yang mengadopsi ternak yang lebih toleran terhadap kekeringan merupakan contoh lainnya.
Mengembangkan kerja sama dan kerangka kerja internasional juga diperlukan mengatasi kekeringan.
Kolaborasi lintas sektor di tingkat global, seperti yang difasilitasi oleh kerangka kerja seperti UNCCD, sangat penting untuk meningkatkan solusi terhadap kekeringan.
Baca juga: Nyaris 3 Bulan Tak Hujan, 3 Provinsi Ini Mulai Kekeringan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya