Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Perempat Daratan Bumi Kering Permanen dalam 3 Dekade Terakhir

Kompas.com - 11/12/2024, 20:15 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laporan PBB memperingatkan perubahan iklim telah menyebabkan tiga perempat daratan (77,6 persen) di Bumi menjadi kering permanen dalam tiga dekade terakhir.

Laporan dari UN Convention to Combat Desertification ((UNCCD) ini pun menyebut jika tren ini berlanjut, sebanyak lima miliar orang dapat terkena dampaknya pada 2100.

Ini lantaran mereka harus hidup di daerah kering yang menyebabkan tanah berkurang, sumber daya air menyusut, dan ekosistem vital runtuh.

Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Pasokan Pangan Global

"Untuk pertama kalinya, krisis kekeringan telah didokumentasikan dengan kejelasan ilmiah, yang mengungkap ancaman eksistensial yang memengaruhi miliaran orang di seluruh dunia," kata Ibrahim Thiaw, sekretaris eksekutif UNCCD, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Live Science, Rabu (11/12/2024).

"Iklim yang lebih kering yang memengaruhi daratan luas di seluruh dunia tidak akan kembali seperti semula dan perubahan tersebut mendefinisikan ulang kehidupan di Bumi," katanya lagi.

Kekeringan di Bumi

Perubahan iklim menyebabkan suhu meningkat di seluruh dunia, air menguap lebih mudah dari permukaannya, dan atmosfer memperoleh kapasitas yang semakin meningkat untuk menyerapnya.

Hal ini mendorong sebagian besar planet ini ke dalam kondisi yang semakin kering.

Secara permanen mengubah hutan yang dulunya hijau menjadi padang rumput kering dan menghilangkan kelembapan yang dibutuhkan untuk kehidupan dan pertanian.

Meskipun menjadi perhatian yang berkembang di kalangan ilmuwan, mendokumentasikan tingkat pengeringan planet akibat perubahan iklim telah menjadi tantangan.

Pasalnya sebagian besar arena kompleksitas faktor yang saling terkait, hasil yang saling bertentangan, dan efek kehati-hatian ilmiah yang membingungkan.

Untuk mengatasinya, peneliti kemudian menggunakan model iklim tingkat lanjut, metodologi standar, dan tinjauan ekstensif terhadap literatur dan data yang ada untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang tren pengeringan yang terus meningkat.

Penelitian lantas menemukan kekeringan memengaruhi 40 persen lahan pertanian dunia dan 2,3 miliar orang, menyebabkan kebakaran hutan yang makin intensif, memperburuk pertanian, dan memacu migrasi massal.

Baca juga: Sepertiga Spesies di Bumi Bisa Punah pada 2100 jika Perubahan Iklim Tak Diatasi

Daerah yang paling terdampak parah meliputi hampir seluruh Eropa, Amerika Serikat bagian barat, Brasil, Asia timur, dan Afrika tengah.

Namun jika tindakan segera diambil, peneliti menyebut masa depan tidak akan terlihat begitu suram.

Selain mengurangi emisi karbon secara drastis untuk menghentikan tren kekeringan, solusi juga mencakup peningkatan pemantauan kekeringan, penggunaan lahan dan air yang lebih baik, serta pembinaan ketahanan dan kerja sama di dalam dan di antara masyarakat di seluruh dunia.

"Tanpa upaya bersama, miliaran orang menghadapi masa depan yang ditandai oleh kelaparan, pengungsian, dan kemerosotan ekonomi," kata Barron Orr, kepala ilmuwan UNCCD.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Jaga Bisnis Jangka Panjang, MIND ID Jalankan Pertambangan Bertanggung Jawab

Jaga Bisnis Jangka Panjang, MIND ID Jalankan Pertambangan Bertanggung Jawab

Pemerintah
Jalankan Aktivitas Industri yang Seimbang, PT GNI Dorong Pertumbuhan Ekonomi Sembari Jaga Lingkungan

Jalankan Aktivitas Industri yang Seimbang, PT GNI Dorong Pertumbuhan Ekonomi Sembari Jaga Lingkungan

Swasta
Kelapa Sawit dan Deforestasi: Menjaga Kemajuan di Tengah Ancaman Baru

Kelapa Sawit dan Deforestasi: Menjaga Kemajuan di Tengah Ancaman Baru

Pemerintah
Lama Lumayan Lega, Indonesia dan Brasil Kini Dihantui Deforestasi Lagi

Lama Lumayan Lega, Indonesia dan Brasil Kini Dihantui Deforestasi Lagi

LSM/Figur
Sebanyak Apapun, Sawit Tetap Bukan Hutan, Kenapa?

Sebanyak Apapun, Sawit Tetap Bukan Hutan, Kenapa?

Pemerintah
Kalau Lebih Berkelanjutan, Sawit Indonesia Bisa Jadi Contoh Dunia

Kalau Lebih Berkelanjutan, Sawit Indonesia Bisa Jadi Contoh Dunia

Pemerintah
Ambisi AS Bangun Sistem Baterai Terbesar di Dunia, Seperti Apa?

Ambisi AS Bangun Sistem Baterai Terbesar di Dunia, Seperti Apa?

Pemerintah
6 Cara Membuat Rumah Lebih Berkelanjutan

6 Cara Membuat Rumah Lebih Berkelanjutan

Pemerintah
Jangan Balikkan Kemajuan, Jangan Dukung Sawit dengan Cara Salah

Jangan Balikkan Kemajuan, Jangan Dukung Sawit dengan Cara Salah

LSM/Figur
Masih Ada Warga Jakarta Buang Air Besar Sembarangan, Butuh Edukasi dan Kolaborasi

Masih Ada Warga Jakarta Buang Air Besar Sembarangan, Butuh Edukasi dan Kolaborasi

Pemerintah
Segudang Manfaat Bambu untuk Solusi Perubahan Iklim: Serap Emisi hingga Pengganti Baja

Segudang Manfaat Bambu untuk Solusi Perubahan Iklim: Serap Emisi hingga Pengganti Baja

Pemerintah
Demi Lingkungan Sehat, Warga Terdampak TPA Liar di Depok Mengadu ke Komnas HAM

Demi Lingkungan Sehat, Warga Terdampak TPA Liar di Depok Mengadu ke Komnas HAM

Pemerintah
10 Klub Sepak Bola Paling Berkelanjutan 2024, Dortmund Nomor Wahid

10 Klub Sepak Bola Paling Berkelanjutan 2024, Dortmund Nomor Wahid

Pemerintah
Masih Tahap Transisi, Implementasi B40 Berlaku Penuh Februari

Masih Tahap Transisi, Implementasi B40 Berlaku Penuh Februari

Pemerintah
Setelah B40 Tahun Ini, B50 Disiapkan untuk 2026

Setelah B40 Tahun Ini, B50 Disiapkan untuk 2026

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau