KOMPAS.com - Persepsi publik terkait perubahan iklim tidak mengalami perubahan signifikan meskipun krisis iklim semakin mendesak.
Laporan "Climate Change and News Audiences Report 2024," yang dirilis pada Januari 2025 oleh Reuters Institute for the Study of Journalism, mencatat adanya "inertia persepsi iklim".
Survei dilakukan secara daring pada November 2024 di delapan negara: Brasil, Prancis, Jerman, India, Jepang, Pakistan, Inggris, dan Amerika Serikat.
Sebanyak 50 persen responden melaporkan, mereka membaca, melihat, atau mendengar berita tentang perubahan iklim setidaknya sekali dalam sepekan pada 2024. Angka ini tidak jauh berbeda dari 51 persen pada 2022.
"Meski ada peningkatan urgensi, keterlibatan publik terhadap berita iklim tetap stagnan," demikian tertulis dalam laporan tersebut.
Baca juga: Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Hartawan Michael Bloomberg Rogoh Kocek untuk Badan Iklim PBB
Prancis punya tingkat konsumsi berita iklim mencapai 60 persen, tertinggi di antara negara yang disurvei.
Sebaliknya, Amerika Serikat hanya mencatatkan 34 persen, menurun 16 poin persentase dibandingkan 2023.
Penurunan ini kemungkinan disebabkan fokus pemberitaan pada pemilu presiden.
Kepercayaan pada Media dan Sumber Informasi
Sebanyak 50 persen responden mengatakan mereka mempercayai media sebagai sumber informasi iklim. Namun, kepercayaan tertinggi diberikan kepada ilmuwan, mencapai 74 persen.
"Ilmuwan masih menjadi sumber paling dipercaya, meskipun media tetap menjadi jalur utama penyebaran informasi," ungkap laporan itu.
Laporan ini juga menyoroti eksposur terhadap misinformasi. Sekitar 25 persen responden merasa mereka membaca informasi keliru tentang iklim setiap minggu.
India memiliki angka tertinggi dalam hal ini (43 persen), sedangkan Jepang dan Inggris masing-masing hanya 16 dan 17 persen.
Baca juga: Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim
Peran dan Persepsi Terhadap COP
Kesadaran publik tentang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP) masih terbatas.
Sebanyak 14 persen responden mengaku belum pernah mendengar tentang COP, sementara hanya 9 persen yang merasa tahu banyak.
Meski demikian, 62 persen percaya COP memberikan ruang bagi suara negara-negara rentan.
Namun, optimisme ini dibarengi skeptisisme. Sekitar 59 persen responden merasa COP terlalu dipengaruhi oleh kepentingan bisnis besar.
"Kritik ini mencerminkan ketegangan antara harapan akan inklusivitas dan kekecewaan terhadap efektivitasnya," catat penulis laporan.
Dampak Cuaca Ekstrem
Cuaca ekstrem menjadi salah satu cara paling nyata bagi masyarakat untuk merasakan dampak perubahan iklim.
Mayoritas responden di Brasil (76 persen) dan India (65 persen) melaporkan pernah mengalami gelombang panas.
Sementara itu, banjir besar memengaruhi lebih dari separuh responden di India (59 persen) dan Pakistan (54 persen).
Baca juga: Platform Fakta Iklim Hadir, Publik Bisa Cek Hoaks Iklim Lebih Mudah
Sebagian besar responden percaya bahwa peristiwa cuaca ekstrem ini semakin buruk.
Sebanyak 63 persen mengatakan gelombang panas meningkat risikonya, diikuti oleh banjir (56 persen).
Meski demikian, pandangan terhadap penanganan pemerintah bercampur. Responden di negara-negara seperti Jepang dan Inggris cenderung memberikan penilaian lebih rendah terhadap respons pemerintah mereka.
Preferensi Format Informasi
Laporan ini juga menemukan bahwa video menjadi format informasi yang paling disukai terkait perubahan iklim, dengan 51 persen responden lebih memilihnya dibandingkan teks.
Di negara seperti India dan Pakistan, media sosial menjadi saluran utama untuk informasi iklim, sementara televisi mendominasi di Prancis dan Inggris.
Laporan ini menegaskan pentingnya peran media dalam membentuk pemahaman publik tentang krisis iklim.
"Meskipun media telah menjadi alat utama penyebaran informasi, tantangan terbesar adalah mengatasi inertia persepsi publik dan meningkatkan keterlibatan," tulis para peneliti.
Dengan meningkatnya dampak perubahan iklim, informasi yang akurat dan relevan menjadi semakin mendesak untuk mendorong aksi nyata.
Studi ini menjadi pengingat pemberitaan yang efektif tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi juga menginspirasi langkah konkret.
Baca juga: Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya