Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Keanekaragaman Hayati Pengaruhi Kehidupan Manusia?

Kompas.com, 6 Februari 2025, 19:00 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perburuan berlebihan, kerusakan ekosistem, dan perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi manusia semuanya berkontribusi terhadap penurunan cepat keanekaragaman hayati global.

Padahal keanekaragaman hayati planet ini sangat terkait dengan kesejahteraan manusia.

World Wildlife Fund (WWF) dalam laporannya yang baru menyoroti bagaimana keanekaragaman hayati sebenarnya memengaruhi setiap kehidupan manusia. Berikut pemaparannya.

Dikutip dari Eco Business, Kamis (6/2/2025) hewan liar menjadi sumber utama makanan dan pekerjaan manusia.

Daging hewan liar yang misalnya didapat dari memancing, menyumbang hingga 80 persen dari protein hewani yang dikonsumsi oleh populasi di beberapa wilayah pedesaan di Afrika Barat dan Tengah.

Itu menjadikan hewan penting bagi ekonomi lokal maupun ketahanan pangan.

Menurut penelitian yang diterbitkan pada tahun 2023 di jurnal WIRES Water, mengonsumsi hingga 2.500 spesies ikan air tawar.

Baca juga:

Laporan tahun 2011 dalam jurnal Fish and Fisheries memperkirakan pula bahwa perikanan laut menyediakan lebih dari 200 juta pekerjaan penuh waktu secara global.

Namun, penurunan populasi hewan liar merugikan bisnis perikanan dan membuat lebih sedikit makanan yang tersedia.

Misalnya, penelitian yang diterbitkan pada 2021 dalam ICES Journal of Marine Science oleh para peneliti di Kanada dan Jerman menunjukkan tangkapan ikan kod di Kanada Timur mencapai puncaknya pada tahun 1968, yaitu 810.000 ton, tetapi turun menjadi 10.559 ton pada tahun 2019.

Pengaturan ekosistem

Keanekaragaman hayati juga merupakan inti dari rekayasa dan pengaturan ekosistem, proses yang digunakan organisme untuk membentuk habitat.

Kepunahan satu makhluk hidup sering kali menyebabkan efek berjenjang yang mengancam seluruh ekosistem.

Gambarannya seperti ini. Dalam ekosistem padang rumput, herbivora darat berkuku memadatkan tanah dan tanah yang gundul, mengubah lanskap dan meningkatkan keanekaragaman hayati.

Sementara itu, predator berkontribusi dalam mengendalikan populasi herbivora, membatasi risiko erosi tanah akibat penggembalaan berlebihan.

Sementara itu di lautan, paus sperma mencampur air dan memindahkan nutrisi melalui lapisan laut dengan tubuh mereka yang besar, memelihara ekosistem dan menyediakan tempat penangkapan ikan.

Namun, diperkirakan jumlah paus besar telah menurun antara 66 persen dan 90 persen sejak perburuan paus komersial dimulai sekitar 1.000 tahun yang lalu, yang berarti bahwa mereka tidak lagi berkontribusi dalam menjaga kelimpahan lautan.

Menjaga ekosistem tetap sehat

Keanekaragaman hayati sangat penting untuk menjaga ekosistem tetap sehat dan mampu menyediakan layanan ekosistem bagi manusia seperti makanan, penyerbukan tanaman, perlindungan tanah, pendinginan, serta air tawar.

Sebuah makalah tahun 2019 yang dipublikasikan dalam jurnal Biotropica oleh para peneliti Brasil menjelaskan bahwa tapir di Amazon menyebarkan benih dalam jarak yang jauh dan membantu mempercepat pemulihan hutan yang terganggu.

Air dari Amazon membentuk awan yang mengguyur hujan di sebagian besar Amerika Selatan, sehingga sangat penting untuk air minum, pertanian, pendinginan, dan perlindungan dari kebakaran hutan.

Baca juga:

Berpengaruh pada kesejahteraan fisik dan psikologis manusia

Hilangnya keanekaragaman hayati juga terkait dengan manusia yang lebih banyak menderita penyakit menular.

Misalnya, penelitian yang diterbitkan pada tahun 2011 sebagai bagian dari inisiatif Ekonomi Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati menunjukkan bahwa hilangnya spesies mamalia kecil berkontribusi terhadap penyebaran penyakit seperti hantavirus.

Dengan berkurangnya keanekaragaman hayati, hewan pengerat dari spesies yang sama bisa meningkatkan risiko penyakit ke manusia.

Hilangnya manfaat psikologis dan budaya

Keanekaragaman hayati juga dikaitkan dengan manfaat psikologis dan budaya.

Dalam sebuah makalah tahun 2013, orang-orang yang terpapar suara burung mengatakan kepada peneliti Inggris bahwa mereka merasa terbebas dari stres dan kelelahan.

Hewan liar juga telah lama menjadi inspirasi bagi manusia, ditampilkan dalam karya seni dan musik, tetapi manusia telah kehilangan hubungan itu.

Sebuah studi tahun 2018 yang diterbitkan oleh Philosophical Transactions of the Royal Society B menyimpulkan bahwa banyak populasi manusia mengalami "kepunahan pengalaman," karena perusakan habitat dan konsentrasi di daerah perkotaan membuat interaksi dengan satwa liar semakin jarang.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau