KOMPAS.com - Perburuan berlebihan, kerusakan ekosistem, dan perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi manusia semuanya berkontribusi terhadap penurunan cepat keanekaragaman hayati global.
Padahal keanekaragaman hayati planet ini sangat terkait dengan kesejahteraan manusia.
World Wildlife Fund (WWF) dalam laporannya yang baru menyoroti bagaimana keanekaragaman hayati sebenarnya memengaruhi setiap kehidupan manusia. Berikut pemaparannya.
Dikutip dari Eco Business, Kamis (6/2/2025) hewan liar menjadi sumber utama makanan dan pekerjaan manusia.
Daging hewan liar yang misalnya didapat dari memancing, menyumbang hingga 80 persen dari protein hewani yang dikonsumsi oleh populasi di beberapa wilayah pedesaan di Afrika Barat dan Tengah.
Itu menjadikan hewan penting bagi ekonomi lokal maupun ketahanan pangan.
Menurut penelitian yang diterbitkan pada tahun 2023 di jurnal WIRES Water, mengonsumsi hingga 2.500 spesies ikan air tawar.
Baca juga:
Laporan tahun 2011 dalam jurnal Fish and Fisheries memperkirakan pula bahwa perikanan laut menyediakan lebih dari 200 juta pekerjaan penuh waktu secara global.
Namun, penurunan populasi hewan liar merugikan bisnis perikanan dan membuat lebih sedikit makanan yang tersedia.
Misalnya, penelitian yang diterbitkan pada 2021 dalam ICES Journal of Marine Science oleh para peneliti di Kanada dan Jerman menunjukkan tangkapan ikan kod di Kanada Timur mencapai puncaknya pada tahun 1968, yaitu 810.000 ton, tetapi turun menjadi 10.559 ton pada tahun 2019.
Keanekaragaman hayati juga merupakan inti dari rekayasa dan pengaturan ekosistem, proses yang digunakan organisme untuk membentuk habitat.
Kepunahan satu makhluk hidup sering kali menyebabkan efek berjenjang yang mengancam seluruh ekosistem.
Gambarannya seperti ini. Dalam ekosistem padang rumput, herbivora darat berkuku memadatkan tanah dan tanah yang gundul, mengubah lanskap dan meningkatkan keanekaragaman hayati.
Sementara itu, predator berkontribusi dalam mengendalikan populasi herbivora, membatasi risiko erosi tanah akibat penggembalaan berlebihan.
Sementara itu di lautan, paus sperma mencampur air dan memindahkan nutrisi melalui lapisan laut dengan tubuh mereka yang besar, memelihara ekosistem dan menyediakan tempat penangkapan ikan.
Namun, diperkirakan jumlah paus besar telah menurun antara 66 persen dan 90 persen sejak perburuan paus komersial dimulai sekitar 1.000 tahun yang lalu, yang berarti bahwa mereka tidak lagi berkontribusi dalam menjaga kelimpahan lautan.
Keanekaragaman hayati sangat penting untuk menjaga ekosistem tetap sehat dan mampu menyediakan layanan ekosistem bagi manusia seperti makanan, penyerbukan tanaman, perlindungan tanah, pendinginan, serta air tawar.
Sebuah makalah tahun 2019 yang dipublikasikan dalam jurnal Biotropica oleh para peneliti Brasil menjelaskan bahwa tapir di Amazon menyebarkan benih dalam jarak yang jauh dan membantu mempercepat pemulihan hutan yang terganggu.
Air dari Amazon membentuk awan yang mengguyur hujan di sebagian besar Amerika Selatan, sehingga sangat penting untuk air minum, pertanian, pendinginan, dan perlindungan dari kebakaran hutan.
Hilangnya keanekaragaman hayati juga terkait dengan manusia yang lebih banyak menderita penyakit menular.
Misalnya, penelitian yang diterbitkan pada tahun 2011 sebagai bagian dari inisiatif Ekonomi Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati menunjukkan bahwa hilangnya spesies mamalia kecil berkontribusi terhadap penyebaran penyakit seperti hantavirus.
Dengan berkurangnya keanekaragaman hayati, hewan pengerat dari spesies yang sama bisa meningkatkan risiko penyakit ke manusia.
Keanekaragaman hayati juga dikaitkan dengan manfaat psikologis dan budaya.
Dalam sebuah makalah tahun 2013, orang-orang yang terpapar suara burung mengatakan kepada peneliti Inggris bahwa mereka merasa terbebas dari stres dan kelelahan.
Hewan liar juga telah lama menjadi inspirasi bagi manusia, ditampilkan dalam karya seni dan musik, tetapi manusia telah kehilangan hubungan itu.
Sebuah studi tahun 2018 yang diterbitkan oleh Philosophical Transactions of the Royal Society B menyimpulkan bahwa banyak populasi manusia mengalami "kepunahan pengalaman," karena perusakan habitat dan konsentrasi di daerah perkotaan membuat interaksi dengan satwa liar semakin jarang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya