KOMPAS.com - Pengesahan revisi Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) oleh DPR RI dinilai menjadi langkah mundur transisi energi berkeadilan.
Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan #BersihkanIndonesia menilai, pasal-pasal dalam revisi UU Minerba memperpanjang ketergantungan terhadap industri batu bara.
UU Minerba yang baru disahkan tersebut juga dinilai memfasilitasi ekspansi pertambangan tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosialnya.
Baca juga: UU Minerba Baru Dikhawatirkan Perluas Ekspansi Tambang di Maluku Utara
Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah pengutamaan kebutuhan batu bara dalam negeri melalui kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang berpotensi menghambat upaya percepatan transisi ke energi bersih dan memperpanjang usia penggunaan energi kotor.
Juru Bicara #BersihkanIndonesia dan Team Leader Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu menuturkan, pihaknya menyoroti lemahnya komitmen terhadap perlindungan lingkungan dalam revisi UU ini.
Persyaratan audit lingkungan dalam perpanjangan kontrak karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tidak disertai dengan sanksi tegas bagi perusahaan yang terbukti merusak lingkungan.
"Pengalaman menunjukkan bahwa banyak perusahaan tambang mengabaikan pemulihan lahan bekas tambang, meninggalkan lubang-lubang tambang yang membahayakan masyarakat dan ekosistem sekitar," ucap Bondan, dikutip dari siaran pers, Kamis (20/2/2025).
Team Leader 350 Indonesia Sisilia Nurmala menyoroti kilatnya proses legislasi UU Minerba yang disahkan.
Baca juga: Revisi UU Minerba Sah, Pemerintah Diingatkan Risiko Over-produksi
Cepatnya pembahasan RUU hingga akhirnya disahkan DPR dia nilai mengabaikan urgensi mengatasi bencana krisis iklim.
Sisilia juga menyoroti diakomodasinya berbagai entitas dalam pertambangan seperti badan usaha milik daerah (BUMD), usaha kecil dan menengah (UKM), koperasi, hingga badan usaha ormas keagamaan.
"Jika dalihnya membuka kesempatan kepada masyarakat melalui BUMD, UKM, koperasi, badan usaha ormas keagamaan maka seharusnya energi terbarukan berbasis masyarakat yang lebih didorong dengan perbaikan regulasi yang memudahkan," papar Sisilia.
Padahal, lanjutnya, potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar, namun belum dioptimalkan sampai sekarang.
Contohnya, energi surya dengan potensi 3.294,4 gigawatt (GW) baru dimanfaatkan 0,01 persen. Sementara itu, potensi energi angin 154,9 GW dan energi air 94,5 GW baru dimanfaatkan masing-masing 0,1 persen dan 7 persen.
Baca juga: Revisi UU Minerba Disahkan, Apa yang Bisa Kita Minta pada Pemerintah Sekarang?
Pemanfaatan energi terbarukan yang tersebar di seluruh wilayah tersebut justru bakal membuka kontribusi masyarakat lebih besar untuk keberlanjutan lingkungan dan ekonomi dalam jangka panjang.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur Wahyu Eka Styawan menyampaikan, revisi UU Minerba yang baru disahkan akan semakin mempermudah perizinan dan memperpanjang izin operasi tambang batu bara.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya