Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/02/2025, 08:33 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketika berbicara mengenai pencemaran plastik, sebagian besar orang mengira kemasan besar jenis polyethylene terephthalate (PET) seperti galon adalah penyumbang utama sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) dan badan sungai.

Namun, laporan dari Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC) yang menyoroti top 25 sampah plastik di enam kota, mengungkap bahwa bukan galon PET, melainkan kemasan saset dan gelas plastik air minum dalam kemasan (AMDK) yang mendominasi timbunan sampah plastik.

"Di badan sungai, TPA, hingga ke laut, yang paling banyak adalah serpihan plastik kemasan kecil, seperti saset dan gelas plastik," ujar Founder NZWMC Ahmad Safrudin dalam seminar Kompas.com Talks bertajuk "Mitos vs Fakta: Benarkah Semua Plastik Adalah Sampah" di Jakarta, Jumat (21/2/2025).

Baca juga: Tak Diawasi Puluhan Tahun, KKI Sebut 75 Persen Distribusi Galon Guna Ulang Tak Taat Aturan

Dalam laporan NZWMC itu yang mengulas Top 25 Sampah Plastik, kemasan saset disebutkan menempati posisi tertinggi dengan total 152.783 sampah. Kemudian, urutan temuan terbanyak kedua disusul gelas plastik AMDK dengan total sampah mencapai 135.383 buah.

Artinya, tambah Ahmad, sampah plastik yang sulit didaur ulang, seperti saset dan gelas plastik memiliki nilai ekonomi rendah sehingga menjadi penyumbang terbesar pencemaran lingkungan.

Seminar Kompas.com Talks bertajuk Mitos vs Fakta: Benarkah Semua Plastik Adalah Sampah di Jakarta, Jumat (21/2/2025).KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Seminar Kompas.com Talks bertajuk Mitos vs Fakta: Benarkah Semua Plastik Adalah Sampah di Jakarta, Jumat (21/2/2025).

Ia menjelaskan bahwa gelas plastik AMDK berukuran lebih kecil sering tercampur cairan, dan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum didaur ulang karena biasanya ada tutup plastik yang menempel.

Seluruhnya harus dibersihkan sebelum didaur ulang dan tiap rantai proses membutuhkan biaya. Pada akhirnya, nilai ekonomi yang seharusnya didapat perlu dipotong karena prosesnya lebih rumit.

Optimalkan sistem dan perlu tanggung jawab produsen

Menurut Ahmad, masalah harga dan rendahnya nilai daur ulang dari sampah saset serta gelas plastik AMDK, utamanya disebabkan oleh sistem pengelolaan sampah yang belum optimal.

"Indonesia masih sangat bergantung pada pemulung untuk memilah sampah. Namun, untuk plastik bernilai rendah, seperti saset dan gelas plastik AMDK, pemulung cenderung mengabaikannya karena sulit dikumpulkan dalam jumlah besar, serta memiliki harga jual rendah," tutur Ahmad.

Baca juga: Mikroplastik Mengintai dari AMDK, Gelas Plastik Paling Banyak

Sementara itu, regulasi mengenai extended producer responsibility (EPR) yang mewajibkan produsen bertanggung jawab atas limbah kemasannya juga dinilai CEO Kita Bumi Hadiyan Fariz Azhar Hadiyan masih belum optimal.

"Jangan hanya mengandalkan pemulung dan bank sampah, produsen harus ikut dalam sistem pengelolaan sampah. Mereka jangan hanya melepas produknya ke pasar, lalu membiarkan masyarakat yang menanggung beban sampahnya," tegas Fariz.

Untuk mengatasi permasalahan ini, tambah Fariz, produsen perlu didorong untuk mengurangi produksi kemasan kecil dan menggantinya dengan opsi yang lebih mudah didaur ulang.

Baca juga: AMDK Gelas Plastik adalah Desain Produk Buruk, Lebih Baik Dilarang

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Ahli IPB Beberkan Alasan PSN di Pulau Rempang Harus Dievaluasi

Ahli IPB Beberkan Alasan PSN di Pulau Rempang Harus Dievaluasi

Pemerintah
2 Anak Harimau Sumatera lahir di Sanctuary Barumun, Dinamai Nunuk dan Ninik

2 Anak Harimau Sumatera lahir di Sanctuary Barumun, Dinamai Nunuk dan Ninik

Pemerintah
Dukung SDG's, Santika Indonesia Hotels & Resorts Hadirkan “Spirit of Sustainability”

Dukung SDG's, Santika Indonesia Hotels & Resorts Hadirkan “Spirit of Sustainability”

Swasta
IPB Soroti Bias Gender di Sektor Pertanian: Perempuan Tani Masih Terpinggirkan

IPB Soroti Bias Gender di Sektor Pertanian: Perempuan Tani Masih Terpinggirkan

Swasta
Perubahan Iklim, Salju Akan Makin Langka pada Akhir Abad Ini

Perubahan Iklim, Salju Akan Makin Langka pada Akhir Abad Ini

Pemerintah
Kunci Indonesia Bersih dari Sampah: Warga yang Tidak Malas

Kunci Indonesia Bersih dari Sampah: Warga yang Tidak Malas

LSM/Figur
Cara Sustainable Ekstraksi Nikel Ditemukan, Indonesia Perlu Jajaki

Cara Sustainable Ekstraksi Nikel Ditemukan, Indonesia Perlu Jajaki

Pemerintah
BRIN-Denmark Kembangkan Reaktor Nuklir Model Terbaru

BRIN-Denmark Kembangkan Reaktor Nuklir Model Terbaru

Pemerintah
Ancaman Perubahan Iklim Makin Nyata, Picu Banjir hingga Badai Tropis

Ancaman Perubahan Iklim Makin Nyata, Picu Banjir hingga Badai Tropis

Pemerintah
Punya Banyak Manfaat, Kota Harus Utamakan Infrastruktur Hijau

Punya Banyak Manfaat, Kota Harus Utamakan Infrastruktur Hijau

LSM/Figur
Inisiatif China yang Wajib Ditiru, Bangkitkan Listrik Hijau lewat Restorasi Ekosistem

Inisiatif China yang Wajib Ditiru, Bangkitkan Listrik Hijau lewat Restorasi Ekosistem

Pemerintah
KLH Susun Rencana Adaptasi Nasional Atasi Dampak Krisis Iklim

KLH Susun Rencana Adaptasi Nasional Atasi Dampak Krisis Iklim

Pemerintah
Mau Atasi Sampah, Perlu Ubah Dulu Pola Pikir Anak Sekolah

Mau Atasi Sampah, Perlu Ubah Dulu Pola Pikir Anak Sekolah

LSM/Figur
Inggris Coba Tangkap Karbon dari Laut, Makan Duit Rp 438 Triliun

Inggris Coba Tangkap Karbon dari Laut, Makan Duit Rp 438 Triliun

Pemerintah
Jual-Beli Cula Badak dan Taring Harimau, WN China Terancam 10 Tahun Penjara

Jual-Beli Cula Badak dan Taring Harimau, WN China Terancam 10 Tahun Penjara

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau