Di sisi lain, John menilai permasalahan pengembangan bioetanol saat ini adalah harga yang tidak kompetitif.
Bahan baku bioetanol mayoritas berasal dari molase atau tetes tebu yang sebagian besar diekspor ke Filipina karena harganya mahal.
Apabila ingin mengembangkan bioetanol yang lebih masif di Indonesia, John merasa perlu ada kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk bahan baku bioetanol, sebagaimana pemerintah menerapkan DMO batu bara untuk sektor kelistrikan.
Selain itu, kebijakan mandatori bioetanol seperti E10 atau campuran 10 persen bioetanol dan 90 persen bensin dapat mendorong produksi molase.
"Kalau E10, itu kan pasti pasarnya bergerak dan semua orang akan memproduksi molase juga. Pada akhirnya, dengan sendirinya harga pasar akan lebih murah," kata John.
Pengembangan bioetanol, kata dia, juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian agar tidak bersaing dengan industri makanan.
Baca juga: Jalan Panjang Bioetanol, BRIN: RI Masih Impor Singkong
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya