Mereka memintam metode "fingerprint" atau "sidik jari" yang dipelopori oleh Klaus Hasselmann, yang mendapat Penghargaan Nobel Fisika pada 2021 atas metode tersebut.
Tim memanfaatkan metode tersebut untuk melakukan simulasi dan menganalisis data satelit sejak 2005.
Mereka menemukan bahwa, seiring berjalannya waktu, sidik jari yang mereka identifikasi dalam simulasi menjadi semakin jelas dalam pengamatan.
Pada 2018, sidik jari tersebut berada pada titik terkuatnya, dan tim tersebut dapat mengatakan dengan keyakinan 95 persen bahwa pemulihan ozon terutama disebabkan oleh pengurangan zat perusak ozon.
Baca juga: Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya
"Yang dapat kami pelajari dari studi ozon adalah bagaimana berbagai negara dapat dengan cepat mengikuti perjanjian ini untuk mengurangi emisi," kata Solomon.
Jika tren ini berlanjut, dan sidik jari pemulihan ozon semakin kuat, Solomon mengantisipasi bahwa sebentar lagi akan ada satu tahun ketika lapisan ozon tetap utuh.
Dan akhirnya, lubang ozon akan tetap tertutup untuk selamanya.
"Pada sekitar tahun 2035, kita mungkin akan melihat satu tahun ketika tidak ada penipisan lubang ozon sama sekali di Antarktika. Dan itu akan sangat menarik bagi saya," ujar Solomon.
Baca juga: Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya