KOMPAS.com - Sejumlah ilmuwan dari perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat (AS) berhasil "menghidupkan" kembali serigala purba dire wolf yang sudah punah melalui rekayasa genetika dari DNA serigala abu-abu.
Dari upaya yang mereka lakukan, ada tiga anak serigala purba dire wolf yang kini hidup karena rekayasa genetika oleh ilmuwan dari perusahaan Colossal Biosciences.
Ketiga anak serigala tersebut masing-masing diberi nama Romulus, Remus, dan Khaleesi.
Baca juga: Perubahan Iklim dan Deforestasi Sebabkan Sejumlah Jamur Terancam Punah
Romulus dan Remus adalah jantan yang lahir pada 1 Oktober 2024. Sedangkan Khaleesi adalah betina yang lahir pada 30 Januari 2025.
Video dua anak serigala hasil rekayas genetika tersebut bisa dilihat melalui tautan video dari akun X (dulu Twitter) Colossal Biosciences di bawah ini.
SOUND ON. You’re hearing the first howl of a dire wolf in over 10,000 years. Meet Romulus and Remus—the world’s first de-extinct animals, born on October 1, 2024.
The dire wolf has been extinct for over 10,000 years. These two wolves were brought back from extinction using… pic.twitter.com/wY4rdOVFRH
— Colossal Biosciences® (@colossal) April 7, 2025
Ketiga anak serigala tersebut memiliki bulu putih yang panjang, rahang berotot, dan berat sekitar 36 kilogram.
Diperkirakan, mereka akan memiliki berat mencapai 63 kilogram saat berusia dewasa, sebagaimana dilansir Associated Press, Selasa (8/4/2025).
Serigala purba dire wolf memiliki ukuran yang jauh lebih besar daripada serigala abu-abu, kerabat terdekat mereka yang masih hidup saat ini.
Spesies tersebut hidup di bentang alam Amerika Utara. Diperkirakan, serigala purba dire wolf punah 10.000 tahun lalu.
Baca juga: 411 Spesies Jamur Terancam Punah karena Perubahan Iklim
Untuk "menghidupkan" serigala purba dire wolf tersebut, para ilmuwan dari Colossal Biosciences terlebih dahulu mempelajari spesies itu.
Mereka mempelajari gigi serigala purba berusia 13.000 tahun yang ditemukan di Ohio, AS, dan fragmen tengkorak berusia 72.000 tahun yang ditemukan di Idaho, AS.
Kepala ilmuwan Colossal Biosciences Beth Shapiro menuturkan, para peneliti kemudian mengambil sel darah dari serigala abu-abu yang masih hidup dan menerapkan teknologi Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR).
CRISPR merupakan sebuah teknologi rekayasa genetika yang memungkinkan ilmuwan untuk memodifikasi DNA.
Dalam proses tersebut, para ilmuwan yang terlibat melakukan rekayasa genetika di 20 titik yang berbeda.
Setelah itu, mereka memindahkan materi genetik itu ke sel telur anjing domestik. Ketika sudah siap, embrio dipindahkan ke induk pengganti yang juga merupakan anjing domestik.
Dari rahim induk anjing itulah, embrio tersebut berkembang dan lahir 62 hari kemudian.
Menteri Dalam Negeri AS Doug Burgum memuji rekayasa genetika serigala purba dire wolf tersebut sebagai era baru yang mendebarkan dari keajaiban ilmiah.
Baca juga: Terdampak Perubahan Iklim, 40 Persen Amfibi Terancam Punah
Di sisi lain, sejumlah ilmuwan menegaskan sangat sulit dan sangat terbatas untuk benar-benar menghidupkan kembali spesies yang telah punah.
Seorang ilmuwan independen, ahli biologi dari University at Buffalo Vincent Lynch, berujar yang bisa dilakukan lmuwan saat ini adalah membuat sesuatu tampak berbeda saja.
"Bukan menghidupkan kembali spesies yang telah punah sepenuhnya," kata Lynch dikutip dari Associated Press.
"Apapun fungsi ekologi yang dilakukan serigala sebelum punah, ia tidak dapat menjalankan fungsi tersebut di bentang alam yang ada saat ini," sambungnya.
Di satu sisi, ahli perawatan hewan Colossal Biosciences Matt James menuturkan, meski secara fisik ketiga dire wolf hasil rekayasa genetika itu menyerupai serigala purba, tetap ada kecenderungan yang hilang.
"Apa yang mungkin tidak akan pernah mereka pelajari adalah gerakan terakhir tentang cara membunuh rusa besar," kata James.
Baca juga: Hutan Lindung Saja Tak Jamin Kelestarian Spesies Terancam Punah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya