Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polarisasi Isu Energi Panas Bumi, Bagaimana Mengatasinya?

Kompas.com, 5 Mei 2025, 11:00 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Editor

KOMPAS.com - Dalam menanggapi isu, dapat dengan mudah masyarakat dikelompokkan antara "mereka" dan "kita". Inilah yang disebut sebagai polarisasi. Polarisasi dapat menyebabkan konflik kekerasan yang semakin sulit mempersatukan kalangan masyarakat.

"Ketika ada polarisasi, hal yang patut kita perhatikan sebagai solusi strategis adalah 'siapa yang bertanggung jawab?', 'siapa yang dikorbankan?', dan 'kenapa mereka dikorbankan?'," Daniel Medina berpendapat. Dia adalah Research Associate Institute for Intergrated Transition (IFIT) Kolombia.

"Kita sering membahas siapa yang bertanggung jawab tetapi tidak lihat secara mendalam dan memahami kondisi struktural di dalam masyarakat, seperti kemiskinan. Maka, perselisihan di kalangan masyarakat sebenarnya berkaitan dengan banyak permasalahan yang mendasar," lanjutnya.

Medina mengutarakan pendapatnya di Unconference "Polarization and Its Discontent in the Global South: Mitigation Measures, Strategies and Policies". Konferensi tersebut diselenggarakan oleh Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) Yogyakarta di University Club UGM, 24-25 April 2025.

Direktur ICRS Zainal Abidin Bagir mengatakan, umumnya faktor identitas seperti agama dipakai sebagai alat politik yang menegaskan perbedaan di masyarakat. Narasi-narasi pemecah belah ini cenderung politis, sehingga memerlukan semangat inklusivitas.

Faktor identitas seperti agama sering kali menjadi alat politik untuk meruncingkan polarisasi. Hal ini terjadi di pelbagai aktivis, komunitas, dan cendekiawan dari berbagai negara yang terlibat dalam konferensi itu mendiskusikan penyelesaian secara bersama. Mereka yang hadir berasal dari Indonesia, Afrika Selatan, Brasil, dan Kolombia.

Polarisasi di balik narasi energi panas bumi

Aspek keadilan lingkungan menjadi salah satu permasalahan mendasar dalam polarisasi yang dibahas dalam konferensi ini. Partisipan pertemuan ini dihadiri akademisi dan aktivis dari negara-negara dunia selatan seperti Indonesia, Afrika Selatan, Brasil, dan Kolombia. Selain polarisasi, negara-negara ini memiliki kesamaan berupa kekayaan sumber daya alam.

Dalam konteks Indonesia, Jonathan Davis Smith, peneliti dan pengajar Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) UGM mengungkapkan pembentukan narasi tentang transisi energi hijau yang menyebabkan polarisasi.

Smith mempresentasikan hasil temuan kolaboratif yang melibatkan periset komunitas di tempat terdampak yang diselenggarakan sejak 2024. Sampai saat ini, hasil temuan tersebut dalam proses publikasi.

Baca juga: Menteri ESDM Perintahkan PLN Bangun Pembangkit Panas Bumi di Maluku

Dalam presentasi "Contrasting Narratives of Green Energy and Mitigation Strategies by Promoters and Opponents of Geothermal Energy Developments", Smith dan rekan-rekan mengungkapkan energi hijau panas bumi (geothermal) tidak selalu sesuai dengan faktanya bagi masyarakat terdampak.

Sejak 1980-an, energi panas bumi dijadikan sebagai proyek utama pemerintah. Setelah kesepakatan internasional menghentikan karbon, Indonesia berinisiatif untuk terlibat. Transisi energi hijau diterapkan untuk memenuhi target pengurangan karbon.

Energi panas bumi digunakan sebagai langkah transisi ini. Komunitas internasional dan Bank Dunia menyambutnya. Narasi pun digunakan seperti pemanfaatannya yang lebih ramah lingkungan ketimbang energi fosil dan dapat memberdayakan masyarakat lokal.

Namun, kenyataannya tidak semanis yang ada di dalam narasi beredar. Sekitar 60 lokasi yang di survei Smith dan rekan-rekan mengungkapkan adanya pertentangan dari kalangan masyarakat lokal. Pertentangan itu berkaitan dengan permasalahan kerusakan lingkungan yang disebabkan pembangunan dan aktivitas energi panas bumi. 

"Jadi, ada gagasan juga yang harus menjadikan mereka (aktivis dan warga lokal) berada dalam posisi sebagai 'pelindung lingkungan' atau 'penolak'," ujar Smith. "Sering kali aktivisme dibangun untuk menentang narasi dominan."

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau