Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya

Kompas.com, 11 Juli 2025, 13:13 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Industri pengolahan gula dan minyak goreng didorong menghitung dan melaporkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai bagian pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan ke-13 tentang Penanganan Perubahan Iklim.

Hal ini disampaikan oleh Toto Iswanto, Kepala Bagian Pengembangan Jasa SBU Sertifikasi dan Eco-Framework PT Sucofindo, dalam Diskusi Kebijakan Pengurangan Emisi dan Lokakarya Perhitungan Emisi Industri yang diselenggarakan oleh IESR, Kamis (10/7/2025).

“Pemerintah juga mendorong industri-industri, termasuk industri minyak goreng dan gula rafinasi, untuk memberikan pelaporan emisi,” ujar Toto.

Toto menjelaskan bahwa industri gula menghasilkan emisi dari berbagai proses, mulai dari pembakaran bahan bakar (CO2), proses biologis dan penggunaan pupuk (CH4 dan N2O), limbah organik dan air limbah (CH4), hingga proses kimia seperti penggunaan kapur (CO2).

Gas-gas tersebut memiliki potensi pemanasan global (global warming potential) yang berbeda-beda.

“CH4 itu 28 kali lebih berdampak terhadap pemanasan global dibandingkan dengan CO2,” jelasnya.

Baca juga: Kemenperin Dorong Industri Lapor Emisi Lewat SIINas

Sementara itu, industri minyak goreng juga menghasilkan emisi dari pembakaran bahan bakar fosil (CO2) yang digunakan dalam boiler, kendaraan, dan genset; dari penggunaan pupuk di lahan pertanian (N2O); serta dari pengelolaan limbah padat dan cair (CH4). Perubahan penggunaan lahan akibat deforestasi juga menjadi penyumbang emisi (CO2).

Untuk menahan laju pemanasan bumi, perhitungan emisi menjadi langkah awal yang penting. Dalam konteks industri, perhitungan emisi GRK umumnya dikategorikan ke dalam tiga scope:

  • Scope 1: Emisi langsung dari pembakaran bahan bakar fosil seperti solar dan batu bara pada boiler, genset, atau kendaraan operasional.
  • Scope 2: Emisi tidak langsung dari konsumsi listrik, misalnya dari jaringan PLN.
  • Scope 3: Emisi dari rantai pasok seperti pengadaan bahan baku (pupuk, pestisida, alat berat) hingga distribusi produk akhir.

Menurut Toto, struktur perhitungan untuk industri minyak dan gula relatif serupa karena keduanya berbasis bahan baku dari sektor pertanian.

“Di sini perhitungannya relatif sederhana karena formula utamanya hanya data aktivitas dikalikan dengan faktor emisi,” jelasnya.

Baca juga: Mobil Listrik Hasilkan Emisi 73 Persen Lebih Rendah, Bantu Capai Target Iklim

Namun, ia menambahkan bahwa pendekatan ini lebih cocok untuk CO2. Untuk emisi jenis lain, diperlukan penyesuaian tambahan.

Aplikasi sederhana seperti Microsoft Excel ataupun sistem digital seperti SIINas (Sistem Informasi Industri Nasional) dinilai cukup membantu industri dalam melakukan perhitungan emisi dan menyusun pelaporan emisi.

“Tinggal masukkan data konsumsi, nanti keluar hasil emisinya,” ujar Toto.

Lebih lanjut, Toto mengatakan bahwa untuk menjamin keakuratan dan konsistensi pelaporan, ia menyarankan penggunaan standar internasional ISO 14064-1, ISO 14064-2 dan ISO 14064-3 yang memberikan panduan teknis dan berlaku lintas negara.

Menurut Toto, sistem seperti SIINas sendiri sudah dirancang agar mengikuti prinsip-prinsip pelaporan yang relevan dengan masing-masing sektor industri. Misalnya, sumber emisi pada industri tekstil tentu berbeda dengan industri minyak goreng, sehingga parameter pelaporannya pun harus disesuaikan.

Toto mengatakan bahwa sebagian industri minyak dan gula sudah mampu menghitung emisi untuk scope 1 dan 2, walau tidak pungkiri masih ada industri yang belum siap.

“Saya punya pengalaman mendampingi perusahaan, dan mereka masih bingung menentukan sumber emisi mereka,” ujarnya.

Baca juga: Pertamina Gandeng Kelompok Tani Hutan Perkuat Perhutanan Sosial

Selain itu, perhitungan untuk scope 3 pun masih menjadi tantangan tersendiri bagi banyak industri, termasuk industri gula dan minyak. Menurutnya, saat ini pun Scope 3 masih bersifat dianjurkan untuk dihitung, belum diwajibkan secara regulasi.

Oleh karena itu, pendampingan teknis masih dibutuhkan, terutama bagi industri yang baru mulai melakukan perhitungan emisi dan akan menyusun pelaporan emisinya.

Meski begitu, sistem pelaporan seperti SIINas diharapkan dapat membantu industri memahami data yang dibutuhkan dan memperkuat kemampuan mereka dalam perhitungan emisi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau