Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa Sukadami di Bekasi Jadi Percontohan Eliminasi Kasus TBC

Kompas.com, 15 Juli 2025, 17:06 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut bahwa Desa Sukadami, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, menjadi salah satu wilayah percontohan dalam upaya mengurangi kasus tuberkulosis atau TBC di Indonesia.

Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan desa ini berhasil membangun kesadaran kolektif melalui berbagai program inovatif termasuk masker TB, pembentukan komunitas peduli TBC, koordinasi lintas sektor untuk deteksi dini, pencegahan, maupun pengobatan.

Dia tak menampik bahwa kendala penanganan TBC ialah stigma maupun penolakan dari warga ketika kader hendak menggelar pemeriksaan. Namun, kepala desa berperan penting sebagai kunci keberhasilan program kesehatan masyarakat.

“Kalau kepala desanya aktif menanggulangi TBC, maka ibu-ibu kader pun akan bergerak. Tetapi kalau tidak, sulit menggerakkan masyarakat. Ini bukan hanya urusan kesehatan, tapi juga kepemimpinan dan gotong royong di desa,” ungkap Dante dalam keterangannya, Selasa (15/7/2025).

Baca juga: Peneliti UGM Kembangkan Alat Deteksi Dini TBC Berbasis AI

Adapun kades bisa menggunakan dana desa dari Kementerian Desa untuk menanggulangi kasus TBC, meskipun alokasinya terbatas. Kemenkes sendiri mendapatkan pendanaan internasional Rp 6 triliun untuk mengatasi TBC, HIV, dan malaria selama tiga tahun.

“Kalau ibu-ibu kader bisa mendampingi pasien sampai pengobatan tuntas, akan ada insentif dari Global Fund. Tetapi yang lebih penting adalah mencegah keluarga pasien terkena TBC, keluarga harus mendapatkan terapi pencegahan," tutur Dante.

Sementara itu, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan, berkomitmen untuk memastikan perempuan dan anak menjadi bagian utama dalam strategi penanggulangan TBC di tingkat komunitas.

Kendati mayoritas perempuan menjadi kader kesehatan, mereka justru kerap tak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Baca juga: Cek Kesehatan Gratis Masuk Desa, Periksa 133 Warga di Cipelah

"Artinya, di mana pun kementerian berada entah itu Kesehatan, Olahraga, atau lainnya PPA harus dilibatkan, karena dua pertiga penduduk kita adalah perempuan dan anak,” ucap Veronica.

Ia menekankan, perempuan bukan hanya pelaksana lapangan tetapi juga pendamping keluarga dan kelompok yang terdampak langsung penyakit TBC.

Veronica berharap model seperti Desa Sukadami yang mengintegrasikan kader perempuan dan isu perlindungan anak dapat direplikasi di berbagai daerah, sebagai bagian dari program nasional eliminasi TBC 2030.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau