JAKARTA, KOMPAS.com – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi pada 2025 berdampak besar terhadap krisis iklim.
“Ya, sangat berdampak sekali karhutla terhadap krisis iklim,” ujar Fasilitator Tropenbos Indonesia, Hendra Gunawan, kepada Kompas.com, Senin (11/2025).
Menurut Hendra, karhutla di lahan gambut melepaskan gas rumah kaca (GRK) dalam jumlah sangat besar.
Kebakaran ini juga memperburuk kondisi lingkungan, membuat suhu lokal terasa lebih panas, serta menyulitkan prediksi musim.
Baca juga: Karhutla Capai 8.594 Hektare hingga Juli 2025, Terbanyak di NTT
Selain itu, hilangnya tutupan vegetasi akibat karhutla mengurangi kemampuan alam dalam menyerap karbon.
Kebakaran pun menghasilkan asap pekat yang membahayakan kesehatan dan mengganggu radiasi matahari, sehingga dapat mempengaruhi cuaca.
Hendra menambahkan, krisis iklim juga memiliki dampak balik terhadap karhutla. Perubahan pola cuaca membuat hutan, lahan gambut, dan vegetasi menjadi lebih kering dan rentan terbakar.
“Perubahan iklim juga memperbesar risiko kebakaran. Kalau kebakaran terjadi, akan mempersulit tindakan pemadaman api,” ucapnya.
Ia menekankan, upaya pencegahan karhutla di tengah krisis iklim memerlukan langkah terpadu, mulai dari perlindungan ekosistem gambut, pemantauan cuaca, hingga keterlibatan aktif masyarakat setempat.
Sebelumnya, Tropenbos Indonesia juga menyatakan terdapat kerugian yang sudah teramati di lapangan akibat karhula.
Secara ekologis, karhula menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi dan terganggunya aktivitas habitat satwa. Serangga seperti lebah untuk penyerbukan penghasil madu juga menghilang.
Secara ekonomi, karhutla berdampak pada kerusakan kebun dan tanaman warga serta mengganggu aktivitas perkebunan, perikanan, dan perdagangan lokal.
Secara kesehatan, kata dia, karhutla mengakibatkan mata perih karena asap dan gangguan pernapasan akibat asap. Khususnya, bagi anak-anak dan lansia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya