Sementara, LSPro swasta hanya diberikan porsi kecil untuk melayani sertifikasi produk dalam negeri yang jumlahnya sedikit dan LSPro yang ditunjuk juga termasuk LSPro pemerintah.
Baca juga: KG Media Tanam 10.000 Bibit Mangrove di Indramayu, Bisnis Bisa Lestari
Alhasil, sejak awal 2025, banyak LSPro swasta tidak mendapat proyek sertifikasi lagi dan mangkrak laboratoriumnya.
"Pendapatan kami anjlok hingga 80 persen dan sudah merumahkan sebagian karyawan. Kami sedih. Ini terpaksa kami lakukan," kata Direktur Eksekutif PT Ceprindo Dasriel Adnan Noeha.
Para anggota LSPro swasta itu telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), memiliki kompetensi lingkup produk Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diwajibkan, dan laboratorium pengujian sendiri.
Adapun biaya untuk membangun laboratorium oleh LSPro sebesar Rp 25-50 miliar untuk satu lingkup produk.
"Saya meminjam uang ke bank untuk membuat laboratorium senilai Rp 35 miliar. Kini terancam disita bank karena tidak sanggup lagi mencicil utang bank ini,” ujar Dasriel.
Baca juga: Peran Strategis Industri Kertas dalam Menjaga Hutan Lestari
Selain Ceprindo, ada puluhan anggota ALSI yang terancam kolaps.
Padahal, peran LSPro swasta selama ini tidak hanya membantu industri, tetapi juga mendukung pemerintah dalam memastikan produk yang beredar di pasar memenuhi standar mutu dan keselamatan.
“Kami khawatir, jika kondisi ini berlanjut, banyak LSPro swasta tidak dapat bertahan lagi,” kata Ketua Umum ALSI, Nyoman Susila.
Berdasarkan data September 2025, dari 9000 SNI, sekitar 4000 adalah SNI produk di mana hanya 322 yang merupakan SNI wajib.
Dari 322 SNI produk yang wajib, sebanyak 136 berada di lingkup Kementerian Perindustrian, sedangkan sisanya ada di kementerian atau lembaga lainnya.
Baca juga: Mendengar Suara Perempuan Penggerak Keberlanjutan di Lestari Summit 2025
Wahyu pun menyarankan ALSI untuk mencari peluang baru dan mengembangkan pada SNI produk-produk lainnya.
“Memang ini membutuhkan waktu, tambahan investasi dan peningkatan keterampilan,” katanya.
Dia mengakui bahwa LSPro swasta yang terakreditasi KAN telah banyak berinvestasi untuk pengadaan laboratorium dan peningkatan kapasitas personel.
Wahyu berharap, seluruh pemangku kepentingan tidak mengganggu iklim usaha yang telah berjalan baik dan dunia usaha untuk mencari peluang-peluang baru. Salah satunya, menambah produk-produk yang mendapat SNI wajib yang saat ini masih kecil volumenya.
“Industri TIC yang didukung oleh dunia usaha adalah bagian dari penjaminan mutu produk nasional,” kata Wahyu.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya