Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penumpang Pesawat Berisiko Terpapar Partikel Ultrahalus Berbahaya

Kompas.com, 16 Desember 2025, 09:35 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti

Penulis

KOMPAS.com - Penumpang pesawat bisa menghirup ultrafine particle pollution (polusi partikel ultrahalus) dalam jumlah cukup tinggi, khususnya saat pesawat berada di darat. Hal ini menurut riset tim peneliti dari Université Paris Cité, Perancis. 

Riset ini mengukur langsung udara yang dihirup penumpang pesawat komersial pada penerbangan dari Bandara Charles de Gaulle, Paris, menuju berbagai destinasi di Eropa.

Baca juga:

Apa itu partikel ultrahalus?

Ultrafine particles atau partikel ultrahalus (UFPs) adalah partikel padat di udara yang berdiameter kurang dari 0,1 mikron, yang terkadang disebut PM0,1. Beberapa partikel ultrahalus berukuran sekecil 0,003 mikron, dilansir dari IQAir, Senin (15/12/2025).

Partikel ultrahalus termasuk polutan partikel paling berbahaya karena ukurannya sangat kecil,  yang memungkinkan partikel tersebut terhirup ke paru-paru dan masuk ke aliran darah melalui paru-paru.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Dewan Kesehatan Belanda, partikel ultrahalus berbahaya bagi kesehatan. Bukti ilmiah terus bertambah sejak beberapa tahun terakhir.

Dampaknya mencakup peradangan paru-paru, gangguan tekanan darah, penyakit jantung, dan risiko pada perkembangan janin.

Baca juga:

Paparan partikel ultrahalus tertinggi terjadi saat di darat

Studi terbaru menemukan penumpang pesawat berisiko terpapar polusi partikel ultrahalus berbahaya saat boarding dan taxiing di bandara.UNSPLASH/HANS DORRIES Studi terbaru menemukan penumpang pesawat berisiko terpapar polusi partikel ultrahalus berbahaya saat boarding dan taxiing di bandara.

Dalam riset ini, para peneliti Perancis ini membawa seperangkat alat pengukur kualitas udara ke kabin pesawat. Alat tersebut diletakkan di kursi kosong di barisan depan atau di area dapur kabin. Pengukuran dilakukan selama penerbangan bersama penumpang biasa.

Hasilnya bervariasi. Saat pesawat berada di cruise altitude (ketinggian jelajah), kualitas udara di kabin relatif bersih. Konsentrasi partikel ultrahalus sangat rendah.

Namun, kondisi berubah drastis ketika pesawat masih berada di bandara, dikutip dari The Guardian

Konsentrasi partikel ultrahalus paling tinggi terjadi saat penumpang naik pesawat (boarding) dan saat pesawat bergerak di landasan (taxiing). Rata-rata kadarnya lebih dari dua kali lipat ambang batas yang oleh WHO dikategorikan sebagai tinggi.

Udara tercemar ini perlahan keluar dari kabin setelah pesawat mengudara. Namun, tingkat polusi kembali meningkat saat pesawat mendekati bandara tujuan. Hal ini diduga akibat udara kotor di sekitar jalur penerbangan dan area bandara.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau