KOMPAS.com - Kalimantan dan Sumatera menjadi pusat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dalam 25 tahun terakhir, menurut laporan MapBiomas Fire Koleksi 2.0.
Koordinator Teknis MapBiomas Fire Indonesia, Sesilia Maharani Putri mencatat puncak kebakaran sejak 2000-2024 terjadi pada tahun 2014, 2015, dan 2019 dengan total area terbakar tahunan mencapai 19,6 juta hektar. Laporan itu merujuk pada citra satelit Landsat 5,7, dan 8.
Baca juga:
"(Kebakaran hutan) 2014 dan 2015 ini jelas karena ada El Nino yang parah, 2019 juga walaupun El Nino-nya saya rasa tidak separah itu tetapi dia luas kebakarannya juga sangat tinggi. Tahun 2024 kebakaran kita cenderung turun," kata Sesilia dalam webinar yang ditayangkan Auriga Nusantara, Selasa (16/12/2025).
Penampakan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) terjadi Menara Pandang Tele, Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Rabu (2/7/2025). Kalimantan dan Sumatera jadi pusat kebakaran hutan dan lahan dalam 25 tahun terakhir karena aktivitas manusia hingga pembukaan lahan pemilik konsesi. Dia merincikan, selama 25 tahun ke belakang, kebakaran terbesar melanda Kalimantan pada tahun 2015 dengan total lahan seluas 723.961 hektar.
Pada periode yang sama, karhutla besar terjadi di Papua dengan luas mencapai 448.981 hektar.
Data menunjukkan 61 persen karhutla terjadi antara September hingga November. Sementara itu, secara tren, kejadian itu kerap terjadi sejak Agustus dengan puncaknya di Oktober.
"Sentra kebakaran ada di Kalimantan dan Sumatera, kalau dilihat lagi lebih rincinya ternyata area-area di Kalimantan dan Sumatera erat kaitannya dengan area yang kebakaran yang bersinggungan dengan area yang terjadi aktivitas manusia," jelas Sesilia.
Aktivitas tersebut antara lain pembukaan lahan, kebakaran di perkebunan sawit, kebun kayu, dan area pertanian.
Baca juga:
Kalimantan dan Sumatera jadi pusat kebakaran hutan dan lahan dalam 25 tahun terakhir karena aktivitas manusia hingga pembukaan lahan pemilik konsesi. Kebakaran hutan di Indonesia juga bersifat berulang. Setidaknya, empat juta hektar hutan dan lahan terbakar lebih dari sekali sepanjang periode tersebut.
Sesilia menyampaikan, 3,8 juta hektar kebakaran terjadi di gambut atau 40 persen dari total luas karhutla di Indonesia. Sebanyak 97 persen kebakaran lahan gambut berada di Kalimantan dan Sumatera.
"Ternyata, lebih dari separuh kebakaran terjadi di dalam kawasan hutan yang harusnya kawasan hutan dijaga. Mayoritasnya itu terjadi di hutan produksi, kemudian disusul kawasan konservasi yang seharusnya tingkat penjagaannya lebih ketat dibandingkan wilayah-wilayah lain," jelas Sesilia.
Setidaknya, 500.000-an hektar area konservasi seperti taman nasional mengalami kebakaran.
Analisis lebih lanjut menunjukkan, 35 persen kebakaran di Indonesia atau sekitar tiga juta hektar terdeteksi berada di dalam kawasan konsesi pertambangan, izin usaha pemanfaatan hutan (PBPH), dan perkebunan sawit.
Dari jumlah tersebut, 93 persen kebakaran dalam konsesi terjadi di Kalimantan dan Sumatera.
"Kalau kita lihat secara tutupan lahan, hanya 1,2 persen kebakaran terjadi di formasi hutan. Artinya kehilangan tutupan hutan sebenarnya punya risiko untuk meningkatkan tingkat keparahan kebakaran," papar Sesilia.
Ia berharap, MapBiomas Fire Koleksi 2.0 dapat menjadi alat penting untuk analisis historis kebakaran, sekaligus mendukung upaya mitigasi, identifikasi wilayah rawan, serta pencegahan karhutla lebih dini serta tepat sasaran.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya