Sebagai lawan strategisnya, ekonomi sirkuler sangat penting untuk diarusutamakan di Indonesia. Namun, implementasinya di lapangan terhambat berbagai kepentingan ekonomi politik.
"Circular (economy), renewable energy (energi terbarukan), bahkan SNDC (Second Nationally Determined Contribution) semua jargon-jargonnya hebat. Cuman kan pelaksanaannya kalah sama uang, sama godaan uang, sama ambisi kekuasaan, ya, oligarki, akhirnya memperkosa alam. Ya, itu tidak bisa lagi karena alam sudah, sudah keras ini," jelas Leonard.
Sebagai informasi, dilaporkan oleh Kompas.com, Jumat (19/12/2025), sebelumnya sudah ada beberapa penjelasan di balik penolakan Indonesia terhadap bantuan asing.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengklarifikasi pernyataannya terkait bantuan dari Malaysia. Dalam sebuah podcast, Tito menyebut bantuan medis yang dikirim dari Malaysia senilai kurang Rp 1 miliar tidak seberapa dibandingkan dengan sumber daya penanggulangan bencana yang dilakukan Indonesia.
"Saya ingin mengklarifikasi apa yang saya jelaskan pada saat podcast saya dengan Pak Helmy Yahya. Jadi saya sama sekali tidak bermaksud untuk mengecilkan dukungan bantuan dari saudara-saudara kita yang dari Malaysia. Sama sekali tidak bermaksud itu ya," ucap Tito.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution merespons dikembalikannya bantuan 30 ton beras dari Uni Emirat Arab (UEA) untuk korban banjir di Kota Medan.
"Nah, kemarin Pak Wali sudah menerima secara langsung. Nanti kita akan cek. Kalau ini Government to Government (G2G), tentunya baiknya negara ke negara ya. Biar negara nanti yang membagikan. Artinya apakah nanti memang seluruhnya untuk Sumut (Sumatera Utara). Apakah ada untuk Aceh, Sumbar (Sumatera Barat), biar pemerintah pusat," ucap Bobby, dilaporkan oleh Kompas.com, Jumat (19/12/2025).
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya