KOMPAS.com - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengatakan iklan yang dipasang di media sosial menjadi cara baru para pelaku untuk menjerat korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Kepala BP2MI Benny Ramdhani mengatakan, semua biaya yang sudah dikeluarkan akan dikonversi menjadi utang dan gaji yang diterima korban tidaklah besar.
"Karena tidak ada ikatan perjanjian, justru hanya habis untuk membayar utang dari semua biaya dikeluarkan oleh perekrut," kata Benny usai Konferensi Pers Apresiasi Terhadap Satgas TPPO yang dibentuk Kapolri di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Baca juga: Kasus TPPO di NTT Sangat Darurat, Ada Peran Sindikat
Benny menjelaskan, salah satu penawaran dalam iklan penipuan tersebut berupa gaji yang tinggi, sebagaimana dilansir Antara.
Kebanyakan korban akan masuk perangkap dengan menyetujui hal yang ditawarkan oleh pelaku.
Tepat setelah persetujuan berhasil didapat, pelaku bisa langsung melacak nomor telepon korban untuk merajut komunikasi, hingga korban dapat ditemui untuk segera diberangkatkan secara ilegal ke luar negeri.
Dari sana korban akan mengalami penyanderaan dokumen dan penyanderaan kemerdekaan hidup.
Baca juga: Indonesia Berperan Penting Pimpin Koordinasi Isu TPPO di ASEAN
Hal ini dikarenakan ketika tiba di luar negeri, berbagai data diri akan ditahan oleh pelaku, sehingga korban tidak bisa mengajukan komplain atau protes atas apa yang mereka alami.
"Mereka pun tidak bisa melarikan diri dari tempat dimana dia tinggal, karena ketika dia melarikan diri dari tempat penampungan, otomatis ditangkap dan menghadapi aparat hukum setempat," ujar Benny.
"Ketika ditangkap dan tidak memiliki dokumen, akan dianggap sebagai warga negara asing yang masuk secara tidak resmi. Pasti akan menjalani proses hukum negara setempat," sambungnya.
Masalah ini, katanya, yang menyebabkan banyak pekerja migran memilih untuk bungkam, karena tidak mau berhadapan dengan hukum, divonis, atau dipenjara dalam waktu yang lama sesuai aturan yang berlaku di negara tempat dia bekerja.
Baca juga: Berdayakan Perempuan di Desa Demi Cegah Perdagangan Orang
Menurut Benny, pemerintah bersama Satgas TPPO harus mempercepat tindak lanjut dari masalah itu.
Salah satunya, dengan cara menyosialisasikan secara masif terkait di mana saja negara penempatan yang legal, hingga mematuhi prosedur bekerja sesuai dengan aturan yang ada, dan mengikuti rekrutmen melalui jalur-jalur resmi yang sudah disediakan.
Benny berharap mandat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia bisa dilaksanakan hingga tingkat pemerintah desa.
Ia juga berharap Kementerian Dalam Negeri menggerakkan pemerintah untuk menjalankan aturan itu, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang termakan bujuk rayu pelaku tidak bertanggung jawab.
Baca juga: Tindak Pidana Perdagangan Orang Telan 1789 Korban, Ini Upaya Pemerintah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya