Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Iklim dan Isu Lingkungan Kurang Diulas Media Daring

Kompas.com - 06/09/2023, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Menurut survei terbaru, media dalam jaringan (daring) di Indonesia kurang dominan dalam membahas isu lingkungan dan krisis iklim.

Dalam survei yang dilakukan Center of Economic and Law Studies (Celios) dan Unitrend, dari 304.398 berita yang disurvei dalam kurun November 2022 hingga Mei 2023, hanya ada 2.271 kabar yang membahas tema lingkungan dan krisis iklim.

Artinya, hanya ada 1 persen pemberitaan dalam kurun waktu tersebut yang membahas isu lingkungan dan krisis iklim.

Baca juga: Presiden COP28: Dunia Kehilangan Kesempatan Capai Tujuan Perubahan Iklim

Survei bertajuk “Menuju Transisi Energi: Pesan Rakyat Untuk Presiden Masa Depan” tersebut dirilis secara daring pada Selasa (5/9/2023).

Padahal, media daring memiliki peran yang sangat signifikan. Pasalnya, menurut laporan Reuters Institute, masyarakat Indonesia sangat mengandalkan media daring sebagai sumber informasi dengan persentase 88 persen.

Peneliti Institute for Policy Development Rizki Ardinanta mengatakan, media daring perlu didorong untuk lebih banyak membahas isu lingkungan dan krisis iklim.

“Cukup mengejutkan temuan ini. Mungkin juga karena minat pembaca (media) daring juga tidak cenderung ke isu lingkungan,” kata Rizki dalam peluncuran survei pada Selasa.

Baca juga: Masyarakat Sangat Peduli Lingkungan, Capres Dituntut Beberkan Strategi Krisis Iklim

Dia menambahkan, di satu sisi ada banyak aktivis lingkungan atau organisasi masyarakat sipil yang banyak melakukan kerja nyata, tapi belum banyak disorot oleh media.

Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar berpendapat, kurangnya pemberitaan isu lingkungan dan krisis iklim oleh media daring tak lepas dari peran pemegang kebijakan.

Menurut Askar, para pemegang kebijakan kurang membahas isu lingkungan dan krisis iklim sehingga turut berpengaruh terhadap perhatian media daring.

Dia menilai, pembahasan mengenai isu tersebut seharusnya dilakukan dari hulu ke hilir dan dimulai oleh pemimpin.

Di sisi lain, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyani memaparkan, para pembaca juga turut memengaruhi kurangnya pembahasan mengenai krisis iklim oleh media daring.

Baca juga: Para Aktivis Muda Desak Pemimpin ASEAN Rumuskan Kebijakan Iklim Terpadu

“Karakter netizen kita agak cepat lupa. Contohnya kasus polusi udara (Jakarta kembali) viral pada 2023. Padahal tahun 2019 isu ini sudah mencuat,” ucap Bondan.

Di satu sisi, menurut temuan survei tersebut, masyarakat Indonesia menyatakan sangat merasakan dampak perubahan iklim. 98 persen masyarakat menyatakan krisis iklim merupakan hal yang nyata di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, Generasi Z atau kelompok usia di bawah 24 tahun dan Milenial atau kelompok Usia 25-44 tahun menjadi kelompok yang lebih kritis mengenai kebijakan krisis iklim.

Bahkan, 81 persen masyarakat Indonesia setuju bahwa pemerintah perlu mendeklarasikan krisis iklim.

Survei tersebut dilakukan ke 1.245 responden yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, termasuk daerah pedesaan, pinggiran kota, dan perkotaan.

Baca juga: Anak-anak Afrika Paling Berisiko Terdampak Perubahan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com