Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/02/2024, 19:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Metropolitan Invesment Project (Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpadu) Losari yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo disebut memiliki teknologi tinggi dalam mengelola limbah cair dari rumah tangga warga.

Menurut Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto, ada kemungkinan teknologi serupa dipakai di Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. 

"Kita sudah mengawali sebuah sistem kota dunia yaitu pengelolaan air limbah kota, Wiswater. Informasi saya dapat langsung dari pak Menteri (PUPR), inilah teknologi yang paling baru, dan kemungkinan ini tipe yang dipakai di IKN. Artinya, sebelum di IKN sudah ada di Makassar," kata Ramdhan di lokasi peresmian, Makassar, dilansir Antara, Jumat (23/2/2024). 

Baca juga: Pengelolaan Air Limbah di Makassar Selesai Dibangun, Minimalisasi Pencemaran

Menurut pria yang akrab disapa Danny Pomanto ini, pengadaan IPAL berada di daerah perkotaan atau pusat kota. Srbab, sifatnya seperti Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) yang berbayar, sehingga daerah yang mempunyai kemampuan tinggi didahulukan. 

Menurutnya, fasilitas berupa Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) juga sudah berjalan dan dilayani. 

"Jadi, ini percontohan di Indonesia, sehingga kita kombinasikan LLTL itu pakai tangki tetap masuk di sini, diolah di sini. Jadi, kombinasi antara sistem peniupan bawah tanah dan sistem mobil tangki lumpur tinja itu dikelola di sini," papar Danny.

Saat ditanya kapan penerapan tarif pembayaran kepada masyarakat, kata dia, belum berbayar untuk sementara.

Adapun pengelolaannya telah dibagi dua, LLTL dikelola oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) sedangkan untuk IPAL Losari dikelola PDAM.

Belajar dari Singapura

Ia mengatakan, pihaknya bahkan mulai belajar dari Singapura membuat multititanel bersama tim IKN yang sementara ini merancang pembuatannya.

"Makanya tahun ini saya sekalian datang sharing. Kami akan mulai, kami kemarin belajar bagaimana Singapura membuat multilititanel, dimana pipa, kabel listrik semua di bawah tanah," katanya.

Pemkot juga memiliki anggaran untuk melakukan pembongkaran sehingga ke depan semuanya langsung tersambung ke rumah warga.

"Jadi sekalian dibongkar, semua akan masuk ke rumah. Itu kan semua dibongkar trotoarnya, makanya nanti kita bongkar sekalian, dikerjakan supaya tidak kerja dua kali," tutur wali kota dua periode itu. 

Baca juga: Briket Limbah Kulit Kayu Gelam Bisa Jadi Sumber Energi Alternatif

Untuk ancang-ancang penerapan tarif, kata dia, sedang dianalisis. Jika memberatkan, masyarakat pasti diberi keringanan, sebab ini adalah hal baru.

Sedangkan untuk LLTT, kata dia, Pemkot sudah berpengalaman. Bahkan, warga kota paling taat membayar LLTT.

"Kita mencoba, ini kita baru belajar. Teman-teman dikirim ke Australia untuk belajar pengelolaannya, karena ini standar Australia, dan dibantu ADB (Asian Development Bank), mereka sudah belajar di sana. Kita perlu belajar di mana hal-hal yang perlu dikuasai, baru kita jalankan," tambah Danny. 

Sebagai informasi, sebelumnya, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya mengembangkan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik-Terpusat (SPALD-T) di Kota Makassar.

Ini merupakan bagian dari Program Metropolitan Sanitation Managemen Investment Project (MSMIP), dengan tujuan meningkatkan pelayanan air limbah terpadu pada kawasan perkotaan.

IPAL Losari dibangun selama tiga tahun sejak 2019-2023 dengan biaya Rp 1,2 triliun. Berkapasitas 16.000 meter kubik per hari, panjang pipa air limbah adalah 96 kilometer dan bisa melayani 41.000 kepala keluarga.

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com