KOMPAS.com – Desakan publik kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jepara untuk membebaskan aktivis lingkungan dari Karimunjawa Daniel Frits Maurits Tangkilisan dari segala tuntutan semakin kencang.
Dua hari jelang putusan, lebih dari 30 organisasi masyarakat sipil internasional dan 8.500 individu menandatangani pernyataan sikap dan petisi berisi seruan penghentian kriminalisasi terhadap Daniel.
Beberapa organisasi yang menandatangani pernyataan sikap adalah Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Amnesty International Indonesia, KontraS, Greenpeace Southeast Asia, Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA), Front Line Defenders, Protection International, Manushya Foundation, International Federation for Human Rights (FIDH), dan CIVICUS.
Baca juga: Kasus Daniel di Karimunjawa Jadi Bentuk Kriminalisasi Aktivis
Mereka juga menuntut pemerintah menunjukkan komitmennya terhadap kebebasan berekspresi.
Pemerintah didesak mengeluarkan pernyataan tegas bahwa pejuang lingkungan tidak dapat dituntut karena aktivismenya, mencabut pasal-pasal bermasalah dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan regulasi lainnya, serta memprioritaskan perlindungan lingkungan.
Dalam pernyataan sikapnya, mereka mendesak PN Jepara membebaskan Daniel dari segala tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dan memerintahkan pelapor untuk memulihkan reputasi Daniel yang telah dilabeli sebagai penista agama.
“Kami dengan keras mengecam tuduhan dan upaya hukum terhadap Daniel,” kata Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (2/4/2024).
Nenden mengatakan, penuntutan semacam ini mencerminkan penderitaan para aktivis lingkungan hidup di Indonesia yang terpaksa menghadapi tuntutan hukum hanya karena menggunakan kebebasan berekspresi mereka dalam membela lingkungan sekaligus menjaga sumber penghidupan utama mereka.
Baca juga: Koalisi Save Karimunjawa Desak Aktivis Daniel Dibebaskan dari Jeratan UU ITE
Pernyataan sikap berjudul Free Daniel from All Unjust Accusations itu turut mendorong PN Jepara meningkatkan transparansi persidangan dan tidak tergesa-gesa dalam menangani kasus terkait kepentingan publik.
Absennya mekanisme anti-strategic lawsuits against public participation (SLAPP) dalam menangani perkara Daniel yang erat kaitannya dengan masalah lingkungan juga disorot.
Sebelumnya, proses persidangan Daniel juga dinilai terlalu “dikebut” agar selesai dalam waktu dua bulan.
Selain itu, sidang pembuktian beberapa kali berlangsung selama lebih dari 12 jam dalam satu hari yang sama.
Akibatnya, tim penasehat hukum Daniel mengaku tidak memiliki waktu untuk mempersiapkan pembelaan secara maksimal.
Baca juga: Aktivis Serukan Setop Alih Fungsi Lahan Gambut, Ada Bahaya Mengintai
Jaringan organisasi masyarakat sipil internasional juga menyoroti peran pemerintah dalam kasus ini yang dianggap turut bertanggung jawab karena melakukan pengabaian.
Nenden menambahkan, kriminalisasi terhadap Daniel sangat bertentangan dengan beberapa kewajiban internasional Indonesia, termasuk berdasarkan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya