Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/05/2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Menurut laporan terbaru dari Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA), harga baterai di dunia telah turun lebih dari 90 persen dalam 15 tahun terakhir.

Temuan tersebut disampaikan IEA dalam laporan terbaru berjudul Batteries and Secure Energy Transitions, analisis komprehensif pertama terhadap keseluruhan ekosistem baterai.

Penurunan harga tersebut menjadi salah satu yang tercepat di antara teknologi energi ramah lingkungan.

Baca juga: Peneliti BRIN Kembangkan Metode Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

Penurunan harga baterai diharapkan dapat meningkatkan penetrasi energi terbarukan di seluruh dunia.

Pada 2023 saja, penggunaan baterai di sektor ketenagalistrikan meningkat lebih dari 130 persen, sebagaimana dilansir Euronews, Kamis (2/5/2024).

Murahnya baterai juga mengerek penjualan mobil listrik. Pada 2023, 14 juta kendaraan listrik terjual. Padahal pada 2020, hanya 3 juta kendaraan listrik yang terjual.

Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol menuturkan, baterai akan menjadi penopang utama pengembangan energi terbarukan dan kendaraan lsitrik.

"Sektor ketenagalistrikan dan transportasi merupakan dua pilar utama dalam menurunkan emisi dengan cukup cepat untuk memenuhi target yang disepakati pada COP28 dan tetap membuka kemungkinan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat celsius," kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol.

Baca juga: Inovasi Perahu dan Sepeda Listrik Amfibi, Gunakan Baterai LFP

Dalam KTT iklim COP28 di Dubai tahun lalu, negara-negara sepakat untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat pada 2030.

Negara-negara juga sepakat meningkatkan efisiensi energi sebanyak dua kali lipat, sambil bertransisi dari bahan bakar fosil yang merusak iklim.

Urgensi baterai

Energi terbarukan seperri pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) mempunyai sifat yang intermittent.

Artinya, produksi listrik dari PLTS dan PLTB sangat bergantung terhadap cuaca seperti banyaknya intensitas sinar matahari atau kencangnya angin.

Baca juga: Temuan Baru, Baterai Pasir Terbesar di Dunia Kurangi Emisi Karbon

Karena itulah, dibutuhkan penyimpanan energi listrik yang diproduksi dari kedua pembangkit tersebut agar aliran listrik ke pelanggan menjadi andal. Dan baterai menjadi salah satu jawabannya.

Baterai juga menawarkan jalan keluar untuk menyimpan kelebihan listrik yang mungkin akan hilang dari PLTS datau PLTB.

Untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global pada 2030, IEA menghitung bahwa diperlukan penyimpanan energi sebesar 1.500 gigawatt (GW).

Dari jumlah tersebut, 1.200 GW di antaranya berasal dari baterai.

Baterai juga dapat membantu mencapai akses energi universal di seluruh dunia pada 2030, memungkinkan 400 juta orang di negara berkembang mendapatkan akses listrik melalui solusi terdesentralisasi seperti sistem PLTS rumahan dan jaringan listrik mini.

Baca juga: Kendaraan Listrik Berbasis Baterai Dinilai Reduksi Emisi Lebih Besar

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com