JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengeklai telah melakukan restorasi gambut di lahan seluas kurang lebih 1,8 juta hektar pada tahun 2016-2023.
"Dari tahun 2016 sampai 2023 ini, dari target sekitar 2 juta hektar, BRGM sudah melakukan restorasi gambut seluas 1,8 juta hektare," ujar Sekretaris Utama (Sestama) Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Ayu Dewi Utari dalam diskusi Thought Leaders Forum (TLF) ke-32 bertema “Konservasi dan Restorasi Lahan Gambut Tropis di Indonesia: Solusi Iklim Alami untuk Mitigasi Perubahan Iklim" yang digelar di Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Rinciannya, seluas 2 juta hektar pada tahun 2016-2020, dan 1,2 juta hektar pada 2021-2024.
Baca juga: Tingkat Kebakaran Lahan Gambut Menurun, Bisa Tekan Emisi
Tujuh provinsi prioritas gambut di antaranya adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.
Sementara itu, untuk capaian restorasi gambut yang dilakukan pada 2021-2023, BRGM melakukan pemulihan lahan gambut dengan total 829.550 hektar.
Dengan detail capaian yaitu 288.055 hektar pada 2021, 269.774 hektar pada 2022, dan 271.721 hektar pada 2023.
Ayu menuturkan, dalam upaya restorasi gambut, BRGM melakukan pendekatan 3R yaitu rewetting atau pembasahan kembali lahan, revegetasi atau penanaman kembali, dan revitalisasi ekonomi masyarakat sekitar ekosistem gambut.
Rewetting atau pembasahan kembali, dilakukan dengan pembangunan sekat kanal, sumur bor, serta beberapa upaya lain untuk pembasahan lahan.
Baca juga: Jambi Jadi Referensi Restorasi Lahan Gambut Nasional
"Rewetting itu dengan membangun sekat kanal dan sumur bor. Jangan berpikir kita akan menambah sekat kanal yang sudah panjang, tapi justru kita membenahi sekat kanal yang ada, sehingga berfungsi secara benar," tuturnya.
Kemudian, untuk revegetasi, adalah penanaman kembali tanaman yang sesuai dengan ekosistem gambut di lingkungan sekitar, sekaligus untuk mendorong peningkatan kesejahteraan warga sekitar.
Selanjutnya, revitalisasi matapencaharian masyarakat. Selama ini, masyarakat yang tinggal dan bergantung dengan lahan gambut di sekitarnya, akan berpikir mencari keuntungan dengan cara mudah, yakni membakar lahan.
Oleh karena itu, BRGM terus melakukan sosialisasi untuk mengubah kebiasaan masyarakat setempat membakar lahan demi persiapan untuk kegiatan pertanian.
Baca juga: Cegah Kebakaran, Kalbar Optimalkan Pemanfaatan Lahan Gambut
"Jadi, edukasi-edukasi bahwa itu tidak benar, memang harus selalu kita kampanyekan kepada masyarakat. Dalam upaya revitalisasi lahan gambut ini salah satu yang kita lakukan adalah memperkenalkan budidaya gambut untuk pertanian semusim," terangnya.
Adapun perkenalan budidaya itu sudah dilakukan di antaranya di wilayah Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Ia juga menyebut, pendekatan mengelola pertanian secara khusus di lahan gambut juga terus didorong. Sebab, gambut memerlukan cara pengelolaan yang berbeda dibandingkan dengan lahan biasanya.
"Pertanian biasa bisa menghasilkan antara 5-10 ton per hektar, satu kali panen. Kalau gambut karena tanahnya asam, harus dimasukkan kapur supaya basah sehingga seimbang Ph-nya dan beberapa upaya lain, hasilnya juga paling 1-1,5 ton saja," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya