JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Vero merilis sustainability playbook yang dirancang khusus untuk membekali para komunikator dengan panduan yang diperlukan dalam menavigasi kompleksitas komunikasi keberlanjutan serta menghindari jebakan greenwashing dan green hushing.
Greenwashing adalah praktik pemasaran dan komunikasi yang menyesatkan atau menipu yang digunakan oleh perusahaan untuk menggambarkan diri mereka sebagai perusahaan ramah lingkungan atau berkelanjutan, padahal faktanya tidak demikian.
Sementara itu, green hushing melibatkan langkah-langkah lebih jauh dengan secara aktif menekan atau menyembunyikan informasi tentang dampak lingkungan.
Praktik-praktik seperti ini melibatkan taktik seperti memanipulasi data, menekan penelitian ilmiah, atau meminimalkan signifikansi masalah lingkungan.
Baca juga: Terancam Krisis Iklim, Indonesia Harus Percepat Transisi Energi
Baik greenwashing maupun green hushing menjadi perhatian global yang signifikan dan membutuhkan solusi segera.
Pesatnya pertumbuhan ekonomi pada setiap negara, ditambah dengan kesadaran yang semakin meningkat terkait isu lingkungan di kalangan konsumen, menyebabkan meningkatnya jumlah perusahaan yang berupaya untuk memosisikan diri mereka sebagai perusahaan ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Hal ini dilakukan guna memanfaatkan permintaan akan produk dan praktik yang ramah lingkungan. Terlepas dari klaim tersebut, banyak perusahaan tidak memberikan bukti yang cukup untuk mendukung citra tersebut.
Sisi baiknya adalah saat ini konsumen menjadi semakin selektif.
Menurut Survei Konsumen terkait Keberlanjutan oleh Katadata Insight Center (KIC), yang melibatkan 3.631 responden, terungkap adanya peningkatan kesadaran tentang topik keberlanjutan di kalangan konsumen Indonesia.
Survei ini menyoroti bahwa 60,5 persen konsumen memberikan prioritas pada pembelian produk yang berkelanjutan atau ramah lingkungan untuk berkontribusi dalam pelestarian bumi.
Selain itu, 51,1 persen memilih produk-produk ini berdasarkan kepuasan pribadi, sementara 41,3 persen melakukannya untuk meningkatkan citra positif mereka.
Baca juga: Alarm Krisis Iklim Makin Kencang, Transisi Energi Mendesak Dilakukan
Kesadaran yang semakin meningkat ini dapat dikaitkan dengan kekhawatiran masyarakat di wilayah ini terhadap isu-isu lingkungan yang mendesak seperti polusi, deforestasi, dan perubahan iklim.
Tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2023 #StopPlasticPollution menjadi sangat relevan, mengingat kawasan Asia Tenggara disebut sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di lautan dunia.
Wilayah ini juga termasuk yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Tema ini memiliki relevansi khusus bagi Indonesia, yang tercatat sebagai kontributor sampah plastik terbesar kelima.
Terlepas dari fakta bahwa pemerintah Indonesia telah membuat perencanaan yang komprehensif pada tahun 2017 dengan tujuan mengurangi limbah plastik di laut sebesar 70 persen sebelum tahun 2025.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya