Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Toilet Pengompos, Jamban Ramah Lingkungan Hemat Air

Kompas.com - 01/06/2023, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Buang air besar (BAB) sembarangan masih merupakan salah satu masalah dunia yang belum tuntas diatasi, termasuk di Indonesia.

UNICEF melaporkan, pada 2020 masih ada 673 juta orang yang masih melakukan BAB sembarangan dan diperkirakan 367 juta anak sekolah tidak mendapat fasilitas sanitasi yang layak.

Di Indonesia, sebanyak 5,86 persen rumah tangga di Indonesia masih melakukan BAB sembarangan di tempat terbuka menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca juga: Ini Standar Toilet Umum yang Ramah Keluarga

Sementara itu, masih mengacu data dari BPS, persentase rumah tangga di Indonesia yang memiliki sanitasi layak adalah 80,92 persen.

Kehadiran jamban, toilet, dan sanitasi layak penting untuk mencegah praktik BAB sembarangan dan menjaga kesehatan masyarakat.

Di satu sisi, sanitasi layak erat kaitannya dengan ketersediaan air. Toilet dan jamban membutuhkan air untuk pembilasan.

Oleh karenanya, menghadirkan jamban, toilet, dan sanitasi layak di daerah yang rawan air bersih menjadi tantangan tersendiri.

Salah satu upaya mengatasi tantangan tersebut adalah toilet pengompos alias atau toilet kering atau composting toilet.

Baca juga: Sejarah Toilet dan Sanitasi Layak: Sudah Ada Sejak Ribuan Tahun Lalu

Toilet pengompos

Dilansir dari Conserve Energy Future, toilet pengompos tidak menggunakan air untuk pembilasan.

Dalam toilet pengompos, kotoran manusia diubah menjadi kompos melalui proses biologis.

Toilet pengompos terdapat bakteri dan jamur serta mikroorganisme lainnya untuk melakukan proses pengomposan.

Baca juga: Ini Standar Pembuatan Toilet Publik Ramah Penyandang Disabilitas

Pada toilet pengompos terdiri dari dua bagian utama yaitu tempat untuk duduk atau jongkok dan bagian pengomposan.

Bagian pengomposan ini terdapat ruang pengomposan atau penyimpanan, ventilasi untuk mengeluarkan gas berbau, unit pengumpul dan pengalihan urin, dan akses keluar untuk hasil pengomposan.

Dilansir dari situs web Kelompok Kerja (Pokja) Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL), salah satu bahan yang dapat menjadi pengompos kotoran adalah serbuk kayu.

Serbuk kayu dapat menangkap kotoran dan mengomposnya dengan bantuan mikroorganisme tidak menimbulkan bau.

Baca juga: Sanitasi Layak: Pengertian, Jenis, dan Manfaatnya

Hemat air

Toilet pengompos merupakan suatu sistem toilet sederhana yang hemat air dan tetap higienis.

Ide toilet pengompos diambil dari sistem toilet cubluk yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia. Toilet ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dari setiap pengguna.

Toilet pengompos tidak memerlukan air untuk pembilasan kotoran. Sehingga, bisa menghemat air untuk dialihkan ke keperluan lain.

Baca juga: Mengenal Tujuan 6 SDGs: Air Bersih dan Sanitasi Layak

Hasil pengomposan kotoran dari toilet ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman.

Dalam satu bilik dapat dibangun dua toilet pengompos yang bisa digunakan bergantian setiap tiga bulan untuk proses penampungan tinja dan pengomposan.

Selama tiga bulan pertama, jika penampungan di toilet pengompos pertama sudah penuh, BAB bisa dilakukan di toilet kedua.

Setelah tiga bulan kemudian, maka kompos dapat dipanen dan toilet bisa digunakan kembali. Begitu siklus selanjutnya.

Baca juga: Capaian Sanitasi Layak di Indonesia, Yogyakarta Paling Atas, Papua Paling Buncit

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

CDP: Setengah Perusahaan Dunia Tak Gunakan Listrik Terbarukan

CDP: Setengah Perusahaan Dunia Tak Gunakan Listrik Terbarukan

LSM/Figur
PLN Jalin Kolaborasi dengan Pemain EBT Global untuk Transisi Energi

PLN Jalin Kolaborasi dengan Pemain EBT Global untuk Transisi Energi

Pemerintah
BP Taskin dan Genta Pangan Dorong Ketahanan Pangan Jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan

BP Taskin dan Genta Pangan Dorong Ketahanan Pangan Jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan

Pemerintah
Sistem Pangan Berkelanjutan Cegah 300 Juta Orang Kekurangan Gizi

Sistem Pangan Berkelanjutan Cegah 300 Juta Orang Kekurangan Gizi

Pemerintah
IFRS Foundation Terbitkan Panduan soal Keberlanjutan dalam Laporan Keuangan

IFRS Foundation Terbitkan Panduan soal Keberlanjutan dalam Laporan Keuangan

Swasta
WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

LSM/Figur
Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai

Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai

Pemerintah
Perubahan Iklim Berakibat Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Perubahan Iklim Berakibat Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Pemerintah
5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

Pemerintah
UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

Pemerintah
Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon pada COP29

Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon pada COP29

LSM/Figur
Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

LSM/Figur
90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

Pemerintah
Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

LSM/Figur
Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau