KOMPAS.com – Hidrogen menjadi salah satu solusi penting untuk mencapai nol emisi karbon atau net zero emission (NZE).
Hal tersebut disampaikan Profesor Riset Bidang Teknologi Proses Elektrokimia Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eniya Listiani Dewi dalam Seminar Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembangunan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Bidang Konstruksi, Selasa (30/5/2023).
Eniya menuturkan, hidrogen tidak memiliki unsur karbon sehingga tidak menghasilkan emisi, sebagaimana dilansir situs web Dewan Energi Nasional (DEN).
Baca juga: Indonesia Jadi Negara Menjanjikan untuk Pengembangan Hidrogen Hijau
“Hidrogen tidak menghasilkan emisi, renewable (terbarukan), dapat diaplikasikan di berbagai tempat dan dapat diproduksikan dari berbagai sumber,” terang Eniya.
Di sisi lain, Indonesia berpotensi sebagai produsen sekaligus pasar hidrogen. Selain itu, letak Indonesia juga sangat potensial untuk menjadi pusat hidrogen Asia atau Asian Hydrogen Hub.
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan penyusunan kebijakan yang sesuai dan industri juga harus siap.
Perlu adanya kolaborasi yang sinergis antara pemerintah, sektor industri, badan riset, serta para investor.
Baca juga: Pelabuhan Rotterdam Kembangkan Pabrik Hidrogen Hijau 1 GigaWatt
Sementara itu Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Sekretariat Jenderal DEN Yunus Saefulhak menuturkan, pencapaian NZE di Indonesia akan dicapai dengan mengurangi penggunaan energi fosil secara bertahap.
Selain itu, NZE juga ingin dicapai dengan mengakselerasi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan hidrogen.
Yunus menuturkan, pemerintah menyusun strategi dekarbonisasi energi menuju NZE yang diwujudkan melalui pemanfaatan energi fosil dengan teknologi bersih, percepatan pengembangan EBT, baterai, dan hidrogen.
Selain itu, disusun strategi untuk penggunaan smart grids, smart energy, serta efisiensi dan konservasi energi. Meski demikian, Yunus mengakui bahwa harga EBT saat ini masih tinggi.
Baca juga: Bangun Pembangkit Hidrogen, PLN Kolaborasi dengan Perusahaan Perancis
Yunus juga menyampaikan bahwa saat ini DEN tengah melakukan pembaruan Kebijakan Energi Nasional (KEN).
“KEN yang ada sudah lebih dari lima tahun, sehingga secara regulasi dapat ditinjau kembali. Terlebih dinamika yang ada membuat KEN menjadi kurang relevan,” terang Yunus.
Sementara itu, Country Director PT Grid Solutions Indonesia Joko Prakoso berujar bahwa ketersediaan grid atau jaringan berperan penting dalam pengembangan EBT.
“Tidak akan ada transisi energi tanpa transmisi energi,” ujar Joko.
Selain grid, energi masa depan akan bertumpu pada peralihan energi batu bara ke gas, pembangkitan listrik tenaga gas dan energi terbarukan, serta pengembangan nuklir sebagai sumber energi.
Baca juga: Mengapa Hidrogen Penting untuk Transisi Energi?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya