KOMPAS.com – Pemerintah mendorong para pemangku kepentingan atau stakeholder di sektor bangunan membuat terobosan guna mendukung investasi pada proyek efisiensi energi, khususnya di bangunan.
Hal tersebut mengemuka dalam Forum Bisnis Investasi Proyek Efisiensi Energi di Bogor, Rabu (21/6/2023) sebagaimana rilis yang disiarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Gigih Adi Atmo mengatakan, pemerintah menetapkan target penurunan konsumsi energi final sebesar 17 persen dibandingkan business as usual (BaU) pada 2025.
Baca juga: Kesadaran Masyarakat Dinilai Jadi Tantangan Konservasi Energi
Selain itu, pemerintah juga menargetkan penurunan intensitas energi final sebesar 1 persen per tahun.
Sementara itu, proyek-proyek efisiensi energi memiliki karakteristik yang unik. Keuntungan proyek efisiensi energi didapatkan dari jumlah energi yang dihemat.
Hal tersebut berbeda dengan proyek energi pada umumnya yang dihitung berdasarkan energi yang dihasilkan.
Perbedaan karakteristik ini membutuhkan skema pembiayaan yang khusus untuk efisiensi energi.
Baca juga: Energi Fosil Tergerus, Konservasi Energi Kian Penting
“Diperlukan kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong aliran dana publik maupun swasta pada kegiatan efisiensi energi. Industri jasa keuangan perlu meningkatkan perannya sebagai katalisator investasi,” kata Gigih.
Menurut Gigih, peningkatan pemahaman proyek efisiensi energi perlu dipahami dengan baik oleh semua pihak, baik dari pemilik fasilitas, investor, ataupun pemberi pinjaman atau lender.
Sehingga hambatan-hambatan dalam pelaksanaan proyek efisiensi energi dapat diatasi.
Proyek efisiensi yang dimaksud meliputi semua hal mulai dari audit energi, skema pembiayaan, hingga perhitungan keuntungan dan pengembalian modal.
Baca juga: Pembiayaan Campuran Didukung Guna Percepat Transisi Energi Indonesia
Selain industri jasa keuangan, Gigih juga melihat peran energy service company (ESCO) atau usaha jasa konservasi energi sebagai salah satu pengembangan model bisnis inovatif efisiensi energi.
“Meskipun pengembangan tersebut memiliki beberapa tantangan, kita optimistis bahwa ESCO akan menjadi model bisnis yang populer dalam pengembangan investasi pada masa depan,” papar Gigih.
Dari sisi kebijakan, pemerintah mengupayakan penguatan pelaksanaan konservasi energi di Indonesia, baik di sisi suplai maupun permintaan.
Salah satu kebijakan yang diambil melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi yang menggantikan PP Nomor 70 Tahun 2009.
“Peraturan ini menjadi langkah awal untuk membangun kepastian hukum dan berusaha mengenai usaha jasa konservasi energi dan tentunya menjadi stimulan bagi lembaga jasa keuangan untuk memainkan peran penting di sisi investasi, termasuk dengan adanya mandatori untuk bangunan gedung,” ucap Gigih.
Baca juga: Indonesia Jadi Surga Energi Terbarukan, tapi Pemanfaatannya Masih Rendah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya