Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/07/2023, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Tahun ini, sejumlah negara di dunia telah merasakan gelombang panas yang menyengat sejak April.

Beberapa negara juga merasakan terik panas yang sangat menyengat meski sampai tak tercipta gelombang panas.

Situasi itu diprediksi akan terus berlanjut, bahkan lebih parah, karena pemanasan global ditambah fenomena El Nino, di mana suhu muka laut di Samudera Pasifik lebih hangat.

Dalam sebuah pernyataan, Senin (10/7/2023), Direktur Layanan Iklim Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Christopher Hewitt memprediksi rekor suhu panas lanjutan saat El Nino terus berkembang.

“Dampak ini akan berlanjut hingga 2024. Ini adalah berita yang mengkhawatirkan bagi planet ini,” kata Hewitt.

Baca juga: Pekan Pertama Juli Pecahkan Rekor Terpanas, Alarm Krisis Iklim Makin Nyaring

Hari terpanas

Selama tiga hari pada awal Juli 2023, Bumi mengalami hari terpanas sepanjang sejarah sejak pencatatan dilakukan.

Untuk diketahui, Bumi sebelumnya mencatatakan rekor terpanasnya pada Agustus 2016. Kala itu, suhu rata-rata di seluruh dunia adalah 16,92 derajat celsius.

Akan tetapi pada Senin 3 Juli 2023, rekor hari terpanas terpecahkan di mana suhu rata-rata Bumi mencapai 17,01 derajat celcius.

Rekor hari terpanas kembali terpecahkan pada Selasa 4 Juli 2023 dengan suhu rata-rata Bumi mencapai 17,18 derajat celcius.

Dan pada Kamis 6 Juli 2023, rekor hari terpanas sepanjang sejarah kembali pecah setelah suhu rata-rata Bumi tercatat 17,23 derajat celsius.

Baca juga: 3 Hari dalam Sepekan, Bumi Alami Hari Terpanas Sepanjang Sejarah

Dampak kenaikan suhu Bumi ini dirasakan oleh seluruh dunia. Suhu yang lebih tinggi dari biasanya tercatat di Kanada, Amerika Serikat (AS), Meksiko, beberapa Asia, dan Australia timur.

Selain suhu yang lebih tinggi, perubahan iklim dan pemanasan global menyebabkan pola cuaca yang lebih parah.

Perbedaan suhu permukaan laut di seluruh dunia selama fenomena El Nino yang terjadi pada 2015. PBB memperingatkan dampak El Nino pada 2023 akan dapat memicu kenaikan suhu global.
NOAA via SCIENCE ALERT Perbedaan suhu permukaan laut di seluruh dunia selama fenomena El Nino yang terjadi pada 2015. PBB memperingatkan dampak El Nino pada 2023 akan dapat memicu kenaikan suhu global.

Beberapa wilayah juga mengalami cuaca yang jauh lebih kering dari biasanya pada Juni, seperti Eropa Tengah, Eropa Timur, Skandinavia, Rusia, Tanduk Afrika, Amerika Selatan, dan sebagian Australia.

Wilayah-wilayah tersebut mendapatkan curah hujan yang lebih rendah dari rata-rata sebelumnya, sebagaimana dilansir VOA.

Beberapa daerah di Amerika Utara juga lebih kering dari biasanya hingga menyebabkan kebakaran hutan besar-besaran, terutama di Kanada.

Ketika belahan dunia menghadapi cuaca panas dan kering, beberapa wilayah justru mengalami tingkat curah hujan yang jauh lebih tinggi dari biasanya.

Baca juga: Senin 3 Juli, Bumi Alami Hari Terpanas Sepanjang Sejarah

Dampak El Nino

El Nino adalah fenomena alami di Samudra Pasifik. Seringkali, fenomena alam ini menyebabkan gelombang panas, kekeringan, dan banjir di seluruh dunia.

El Nino terjadi rata-rata setiap dua hingga tujuh tahun sekali. Sekali terjadi, fenomenanya berlangsung antara sembilan hingga 12 bulan.

Profesor ilmu sistem bumi di Chinese University of Hong Kong, Francis Tam, mengungkapkan bahwa pemanasan global terbukti telah menyebabkan kemungkinan terjadinya peristiwa suhu ekstrem.

Dan fenomena El Nino dapat semakin memperparah terjadinya gelombang panas yang parah di beberapa daerah.

“Namun, secara akurat mengukur kontribusi masing-masing dari pemanasan global yang disebabkan manusia dan El Nino terhadap peristiwa panas masih menantang secara ilmiah,” kata Tam, sebagaimana dilansir South China Morning Post.

Pada Juni, cuaca panas melanda China utara. Beijing mencatatkan suhu tinggi setiap harinya setidaknya 35 derajat celsius pada 16 hari selama Juni, memuncak pada 22 Juni dengan rekor 41,1 derajat celsius.

Baca juga: Perbedaan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Ambang batas

Ilustrasi pemanasan global. Salah satu dampak pemanasan global terhadap lingkungan adalah mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan.Dok. Shutterstock/Sepp photography Ilustrasi pemanasan global. Salah satu dampak pemanasan global terhadap lingkungan adalah mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan.

Di bawah Perjanjian Paris pada 2016, para pemimpin dunia berkomitmen untuk menahan kenaikan suhu Bumi agar tidak sampai naik 2 derajat celsius.

Secara ambisius, mereka menargetkan bahwa suhu Bumi tidak boleh naik 1,5 derajat celsius dengan menerapkan kebijakan dekarbonisasi.

Akan tetapi, proyeksi berkata lain.

WMO memprediksi suhu Bumi bakal lebih sering melampaui ambang batas 1,5 derajat celsius dalam lima tahun ke depan.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Hujan Makin Lebat dan Cuaca Ekstrem, Bencana Mengintai

WMO menyebutkan dalam rilisnya pada Mei bahwa ada kemungkinan 66 persen bahwa rata-rata suhu global dalam satu tahun antara 2023 hingga 2027 akan lebih dari 1,5 derajat celsius.

Selain itu ada kemungkinan 98 persen persen bahwa setidaknya satu tahun dari lima tahun ke depan akan menjadi tahun terpanas.

Di tengah kebijakan yang sudah ditetapkan oleh berbagai negara, suhu Bumi diperkirakan malah akan naik 2,7 derajat celsius menurut Climate Action Tracker.

Jika suhu Bumi menghangat di atas 2 derajat celsius, bencana yang terjadi akan semakin buruk seperti kekeringan, banjir, serta gelombang panas ekstrem.

Kenaikan suhu Bumi di atas 2 derajat celsius juga mengakibatkan kerawanan pangan, krisis air, serta menyebabkan kemiskinan bagi jutaan orang di seluruh dunia.

Baca juga: Laut Berubah Warna dari Biru Jadi Makin Hijau, Peringatan Serius dari Ilmuwan

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com