Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Provinsi Kalsel Tertinggi Ketiga Nasional dalam Turunkan Stunting

Kompas.com, 28 Juli 2023, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi provinsi tertinggi ketiga yang berhasil menurunkan angka stunting tingkat nasional.

Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengapresiasi capaian penurunan stunting Provinsi Kalsel, sebagaimana dilansir Antara.

Menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting di Kalsel turun dari 30 persen menjadi 24,6 persen.

Baca juga: Percepat Penurunan Stunting, Sarpras Air Bersih dan Sanitasi Berbiaya Rp 1,047 Triliun Digenjot

Penurunan stunting tertinggi di Indonesia diraih oleh Sumatera Selatan (Sumsel) yakni dari 24,8 persen turun menjadi 18,6 persen.

Peringkat kedua adalah Kalimantan Utara (Kaltara) dari 27,5 persen turun menjadi 22,1 persen.

"Arahan Presiden Joko Widodo, target penurunan stunting mencapai hingga 14 persen," kata Hasto saat menghadiri Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 Tingkat Provinsi Kalsel di Martapura, Kamis (27/7/2023).

Hasto juga mengapresiasi salah satu daerah di Kalsel, yakni Kabupaten Banjar, yang mampu menurunkan angka stunting hingga 14,3 persen.

Baca juga: Data Penurunan Stunting Akan Dicek dan Dikontrol Rutin

"Pemerintah sangat fokus memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM)," ujar Hasto.

Menurut dia, angka penurunan stunting di Kalsel merupakan hasil kerja sama dan sinergi pemerintah, setempat salah satunya mendorong pengusaha menjadi bapak asuh anak stunting.

Hasto menyebutkan, di Kabupaten Banjar sudah ada dapur sehat untuk membantu mengatasi stunting di kabupaten setempat.

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Kalsel Sulkan mengatakan, peningkatan kesadaran bahaya stunting bagi masyarakat dan upaya mencegah stunting menjadi salah satu prioritas pemerintah setempat.

Baca juga: Upaya Penurunan Stunting Sejalan Pengentasan Kemiskinan

Sulkan menuturkan, ketahanan keluarga merupakan faktor utama agar keluarga terlindungi dari bahaya stunting.

"Kalsel mampu menurunkan angka stunting menjadi 24,6 persen hingga akhir 2022," ucapnya.

Sulkan mengungkapkan, langkah lain juga diperhatikan yakni mengawasi anak agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, dan mengawasi penggunaan teknologi.

Menurut dia, ketiga hal tersebut memiliki peran besar terhadap pertumbuhan anak yang berkaitan dengan bahaya stunting.

"Kinerja ini harus ditingkatkan agar Kalsel bebas stunting pada 2045," ucap Sulkan.

Baca juga: Pengentasan Stunting Upaya Ciptakan SDM Unggul untuk Modal Bersaing

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau