KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan sejumlah langkah menghadapi kekeringan sebagai dampak El Nino.
Selain itu, Kementan juga menginventarisasi sejumlah daerah yang masih dalam kategori hijau pada musim kemarau, salah satunya di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menuturkan, di Gowa ada hamparan lahan pertanian seluas hampir 209 hektare dengan air yang melimpah.
Baca juga: Antisipasi Kekurangan Beras Dampak El Nino, Begini Strategi Pemerintah
"Sekarang ini dua kali setahun (panen), kita booster sampai tiga kali, sampai empat kali (panen)," ujar SYL di Makassar, Minggu (3/9/2023).
Berdasarkan pemetaan wilayah pada musim kemarau, saat ini daerah rawan kekeringan ada tiga zona, sebagaimana dilansir Antara.
Pertama, zona merah. Zona ini memiliki masalah soal tidak adanya ketersediaan air saat musim kemarau.
Kedua, zona kuning. Zona ini memiliki ketersediaan air yang pas-pasan ketika musim kemarau, sehingga perlu dilakukan intervensi mekanisasi, paritas, dan intervensi percepatan panen.
Baca juga: El Nino Berpotensi Sebabkan Karhutla Lebih Besar
Ketiga, zona hijau. Zona ini memiliki cadangan air ketika musim kemarau.
"Tapi ada daerah hijau di semua daerah. Di Sulawesi Selatan ada daerah hijaunya, seperti di Gowa," tutur SYL.
"Makassar pun ada daerah hijaunya. Daerah hijau dimaksud itu yang dekat dengan sungai, ada danaunya, ada sumber mata air dan lain-lain. Makanya itu di-booster, diperkuat di situ," sambungnya.
Pihaknya telah menginventarisasi sejumlah daerah zona hijau yang ada di Indonesia dan menargetkan 500 hektare lahan untuk ditanami padi guna menambah stok pangan.
Baca juga: Jadi Salah Satu Lumbung Pangan, Kalsel Didorong Antisipasi Dampak El Nino
"Oleh karena itu kita masuk (zona hijau). Ada 500 hektare untuk mem-booster daerah-daerah hijau kita," ucapnya.
Dia berharap, jika rencana tersebut sesuai rencana, akan ada 3 juta ton gabah yang bila dikonversi menjadi beras mendapat 1,5 juta ton.
SYL menyampaikan, jika El Nino berdampak keras, menurut analisis menunjukkan akan adanya kekurangan produksi beras hingga 1,2 juta ton.
Sedangkan bila berdampak sedang, kekurangan produksi beras diprediksi 880.000 ton.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya