KOMPAS.com – Berbagai aliran sungai di Hutan Hujan Amazon, Brasil, mengalami kekeringan parah hingga permukaan air mencapai rekor terendah.
Puluhan lumba-lumba sungai mati dan terdampar di bibir sungai. Ribuan ikan tak bernyawa mengapung di permukaan.
Denyut kehidupan masyarakat turut terancam. Mereka yang mengandalkan aliran sungai untuk distribusi bahan bakar, makanan, atau air bersih tidak bisa mengaksesnya karena kapal tak bisa berlayar.
Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Produksi Listrik PLTA Menurun karena Kekeringan
Potret tersebut menjadi gambaran pilu di tengah kekeringan ekstrem yang melanda Amazon. Kehidupan ratusan ribu orang dan satwa liar terancam.
Ketinggian air mencatatkan rekor paling rendah dalam sejarah. Kabar buruknya, sejumlah ahli memperkirakan situasi tersebut bisa berlangsung hingga awal 2024.
Dilansi dari AP, Minggu (8/10/2023), dalam 40 tahun lebih, delapan negara bagian di Brasil melaporkan curah hujan terendah pada periode Juli hingga September.
Menurut pusat peringatan bencana Brasil, CEMADEN, sungai-sungai di Amazon mengalami kekeringan parah. Padahal, aliran sungai tersebut menyuplai 20 persen air tawar di Bumi.
Pada Jumat (6/10/2023), 42 dari 62 kota yang di Negara Bagian Amazonas, Brasil, telah mengumumkan keadaan darurat.
Sekitar 250.000 orang telah terkena dampak kekeringan sejauh ini. Dan jumlah tersebut mungkin akan meningkat dua kali lipat pada akhir tahun.
Baca juga: Nojorono Kudus Salurkan Air Bersih untuk Warga Terdampak Kekeringan
Di Cagar Alam Ekstraktif Auati-Parana, sekitar 700 mil sebelah barat Danau Puraquequara, lebih dari 300 keluarga yang tinggal di tepi sungai kesulitan untuk mendapatkan makanan dan kebutuhan lainnya.
Hanya ada kano kecil dengan muatan sangat sedikit yang dapat berlayar ke kota terdekat. Karena level air sangat dangkal, perjalanan yang biasanya sembilan jam melonjak jadi 14 jam.
Selain itu, kanal ke danau tempat mereka biasa memancing ikan pirarucu, sebagai sumber pendapatan utama, mengalami kekeringan.
Di samping itu, membawa ikan pirarucu seberat 200 kilogram di sepanjang pelayaran akan sangat memberatkan karena kedangkalan sungai.
“Kami mengambil risiko menangkap ikan di danau, dan ikan itu tiba dalam keadaan rusak. Jadi tidak ada cara bagi kami untuk menangkap ikan,” kata Edvaldo de Lira, tokoh setempat Auati-Parana.
Baca juga: Warga Babel Alami Kekeringan, Mobil Water Treatment Diturunkan
Akan tetapi, kekeringan yang terjadi pada tahun ini merupakan rekor terparah. Situasi tersebut disinyalir disebabkan oleh dua faktor, fenomena El Nino dan pemanasan global.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya