KUPANG, KOMPAS.com - Suara ayam berkokok bersahutan membangunkan Ignasius Neno Naisau dari tidurnya. Jarum jam dinding menunjukkan pukul 04.30 Wita.
Pagi itu, tak ada angin yang bersilir. Meski begitu, udara masih terasa dingin dan lembab. Tanah masih basah, setelah diguyur hujan deras 45 menit lalu, Ignas dengan cekatan melangkah keluar dari rumah bercat putih.
Mengenakan sweater warna putih berkelir hitam dengan celana pendek dan caping anyaman bambu, Ignas memegang senter kecil berjalan perlahan keluar rumah.
Warga Desa Nunmafo, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), ini bergerak menuju kebun miliknya.
Jaraknya tak dekat. Sekitar satu kilometer, dan berada di desa tetangga.
Untuk ke kebunnya di Desa Fatoin, Kecamatan Insana, Ignasius berjalan kaki menyusuri jalan setapak penuh bebatuan karang, membelah kesunyian subuh.
Baca juga: 7 Kelompok Tani Panen Cabai, Amankan Pangan Natal dan Tahun Baru Bangka Tengah
Setengah jam perjalanan, atau tepat pukul 05.00 Wita, dia tiba di kebun. Suasana kebun Ignasius rupanya berbeda dengan kebun warga lainnya. Cahaya lampu terang benderang.
Pada hamparan seluas satu hektar lebih, Ignasius menanam 1.400 pohon buah naga. Setiap pohon diterangi lampu 20 watt.
Ribuan bola lampu itu diperolehnya melalui bantuan program electrifying agriculture proliga dari PLN Induk Wilayah NTT pada bulan Juni 2021 lalu. Bantuan penyinaran tersebut untuk meningkatkan produktivitas buah naga.
Ignasius bersyukur, dari ribuan petani yang ada di Kabupaten TTU yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste, hanya dirinya-lah yang mendapat bantuan gratis lampu dari PLN.
Bantuan itu membuatnya dirinya semakin semangat dalam bekerja. Karena hasil panen kian berlimpah dan menambah pemasukan ekonomi keluarga.
"Sebelum ada bantuan bola lampu, saya hanya panen pada musim hujan dan itu pun harganya turun. Penyebabnya semua petani sama-sama panen buah naga," kata Ignasius, kepada Kompas.com yang mengikuti aktivitasnya seharian, Kamis (14/12/2023).
"Kalau musim hujan, harganya Rp 5.000 per buah. Tapi pada musim panas, saya jual antara Rp 15.000 sampai 20.000 per buah, karena saya sendiri yang panen," ungkap Ignasius.
Satu pohon bisa berbuah hingga mencapai 50 sampai 60 buah, saat bola lampu dipasang. Kondisi sebelumnya berbeda, satu pohon hanya menghasilkan antara 20 sampai 30 buah.
Untuk sekali panen, dia mampu meraup keuntungan hingga Rp 30 juta. "Kalau dulu belum ada lampu, setiap kali panen antara Rp 17 juta-Rp 20 juta. Sekarang bertambah jadi Rp 30 juta," ungkapnya.
Ignasius mengisahkan, pada tahun 2016, dia melihat beberapa teman-temannya di Kecamatan Insana Tengah, TTU, sukses mengembangkan buah naga.
Terinspirasi rekannya, dia lalu kembali ke tempatnya dan mulai membersihkan kebunnya yang berada persis di belakang Kantor Desa Fatoin, Kecamatan Insana.
Ignasius kemudian meminta 300 anakan buah naga pada rekannya dan mulai menanam di kebun miliknya itu. Ketiadaan modal memaksa Ignasius menutup tahun 2016 dengan menanam 300 anakan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya