Suami dari Lusia Takaeb, kembali menanam 300 anakan pohon buah naga pada tahun 2017 setelah menerima bantuan dari rekannya tersebut.
Pada tahun 2018 dan 2019, Ignasius kembali menanam 200, sehingga total jumlah anakan pohon buah naga yang ditanam sebanyak 800 pohon.
Seiring berjalannya waktu, datanglah sejumlah petugas PLN dari Unit Layanan Pelanggan Kefamenanu, TTU, bersama Kepala Desa Nunmafo, menawarkan bantuan bola lampu.
Baca juga: Program Smart Precision Farming Dukung Ketahanan Pangan
Ia ditawari memasang instalasi listrik dan lampu di kebun buah naga dengan tujuan menerapkan sistem penerangan pada tanaman ini.
Dia sempat ragu, tetapi akhirnya menerima tawaran tersebut. "Mereka bilang sudah keliling sejumlah petani naga, namun hanya saya yang dipilih," kata Ignasius.
Sejak pemasangan instalasi listrik dan lampu di kebunnya, Ignasius tidur di kebun untuk memastikan uji coba tersebut berjalan lancar.
Selama dua minggu pasca uji coba, Ia kaget melihat kuncup buah naga perlahan mekar hampir di setiap tangkai pohon.
"Saya lalu telepon petugas PLN dan sampaikan itu. Mereka bilang nanti bapa bantu siram lagi supaya tumbuh subur," ujar dia.
Selain menyiram secara rutin, Ignasius juga selalu merawat buah naga tersebut dengan terus membersihkan rumput dan menjaganya dari semut merah.
Untuk penjualan buah naga, Ignasius mengaku sudah ada pasarnya. Buah naga yang dia jual, rasanya berbeda dengan buah yang dijual petani lainnya.
Dia masih menggunakan pupuk alami untuk mempercepat proses pertumbuhan, sehingga rasanya manis alami.
Karena rasanya yang enak, para pembeli pun berdatangan dari Kabupaten tetangga seperti Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Selatan, Kupang hingga Timor Leste.
"Untuk pembeli dari Timor Leste, biasanya datang langsung ke kebun. Saya biasa kasih persen mereka. Jadi saya kadang kasih mereka makan dulu satu bokor buah naga, setelah itu mereka beli dan pulang," kata Ignasius.
Sedangkan di kabupaten tetangga, sudah ada pembeli dalam jumlah yang banyak. Sekali beli hingga jutaan rupiah.
Pelanggannya berasal dari sejumlah toko buah di Atambua, ibu kota Kabupaten Belu dan Soe, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Biasanya untuk mengantar buah ke pelanggan, dia menyewa satu mobil. Para pelanggannya pun sering memanggil namanya "Bos Naga".
Meski telah meraup keuntungan ratusan juta rupiah dari hasil menjual buah naga, tetapi Ignasius masih enggan membeli sepeda motor maupun mobil.
Dia lebih memilih menyimpan uangnya. Ignasius juga hidup sederhana. Ke mana pun pergi, hanya jalan kaki atau menumpang kendaraan umum.
Baca juga: Air Virtual dalam Peta Ketahanan Pangan
Ignasius masih punya target jangka panjang untuk pengembangan buah naga. Lahan satu hektar dirasa masih kurang.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya