KOMPAS.com - Sepanjang 2023, dunia menghadapi berbagai fenomena akibat perubahan iklim. Tahun ini juga terjalin kerja sama penting untuk penguatan perlawanan pemanasan global.
Dunia tidak boleh diam saja saat krisis iklim makin menjadi dan semakin mengancam kehidupan semua makhluk di Bumi.
Dilansir dari Earth.org, berikut lima kabar besar mengenai perubahan iklim sepanjang 2023.
Baca juga: Apa Saja yang Dikatakan Capres-Cawapres soal Perubahan Iklim dan Transisi Energi?
Tahun 2023, Bumi diprediksi mengalami tahun terpanasnya sepanjang sejarah, di mana suhu rata-rata tahunan lebih tinggi 1,4 derajat celsius dibandingkan masa praindustri.
Tahun 2023 pula, suhu Bumi diperkirakan 0,13 derajat celsius lebih tinggi dibandingkan rata-rata tahun 2016 sebagai pemegang rekor tahun terpanas sebelumnya.
Bahkan, bulan Juli tahun ini sudah dinobatkan sebagai bulan terpanas dalam sejarah. Sepanjang Juli, lebih dari 6,5 miliar orang menghadapi panas ekstrem yang disebabkan perubahan iklim.
Suhu rata-rata global antara Juni hingga Agustus tercatat 16,77 derajat celsius. Suhu ini 0,66 derajat celsius di atas rata-rata tahun 1990-2020.
Baca juga: Siapa Capres-Cawapres yang Fokus Bahas Perubahan Iklim dan Transisi Energi?
KTT iklim COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), berakhir pada 13 Desember. Para perwakilan dari hampir 200 negara sepakat untuk bertransisi dari bahan bakar fosil.
Frasa yang disepakati dalam keputusan tersebut adalah: bertransisi dari bahan bakar fosil ke dalam sistem energi, dengan cara yang adil, bertahap, dan merata sehingga dapat mencapai nol emisi pada 2050 sesuai dengan sains.
Meskipun perjanjian tersebut tidak mewajibkan dunia untuk menghentikan penggunaan batu bara, minyak, dan gas perjanjian tersebut tetap menyerukan negara-negara untuk berkontribusi dalam transisi.
Hal ini menandai pertama kalinya seluruh bahan bakar fosil, penyebab utama krisis iklim, menjadi sasaran perjanjian COP.
Presiden COP28 Sultan Al Jaber menyebut kesepakatan itu bersejarah. Akan tetapi, dia menegaskan keberhasilan sebenarnya dari kesepakatan tersebut terletak pada implementasinya.
Baca juga: Tahukah Anda? Gajah Afrika Berperan Penting Lawan Perubahan Iklim
Lautan mengalami rata-rata suhu terpanasnya sepanjang 2023. Rekor suhu harian dipecahkan setiap hari dari tanggal 31 Juli hingga 31 Agustus.
Menurut penelitian yang didukung Uni Eropa dan diterbitkan pada Oktober, peningkatan pesat suhu laut dan permukaan air akibat perubahan iklim mempunyai dampak luas terhadap kehidupan laut dan sistem cuaca global..
Secara khusus, kenaikan suhu permukaan dan bawah permukaan laut dapat menimbulkan dampak serius bagi spesies laut, seperti terumbu karang, rumput laut, dan ikan,
Halk tersebut berimplikasi pada kematian massal kehidupan di laut dan migrasi yang tentunya berujung pada berkurangnya jumlah tangkapan dan meningkatnya tekanan pada industri perikanan.
Hal ini juga dapat berdampak pada salinitas dan tingkat air tawar di lautan, mengubah sirkulasi lautan, arus, dan siklus air, serta dapat menyebabkan kenaikan permukaan laut.
Baca juga: Dukung Mitigasi Perubahan Iklim, Pemerintah Perkuat Ekosistem Karbon Biru
Pada Juni, 193 negara anggota PBB mengadopsi perjanjian pertama di dunia untuk melindungi laut lepas dan melestarikan keanekaragaman hayati lautan.
Perjanjian tersebut membahas empat tema utama: sumber daya genetik kelautan, alat pengelolaan berbasis kawasan, analisis dampak lingkungan, serta peningkatan kapasitas dan transfer teknologi kelautan.
Sejalan dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada 1982, perjanjian baru ini bertujuan untuk“melindungi, merawat, dan memastikan pemanfaatan lingkungan laut secara bertanggung jawab.
Selain itu, menjaga keutuhan ekosistem laut, dan melestarikan nilai-nilai yang melekat pada keanekaragaman hayati laut.
Baca juga: Kanada Kucurkan Dana Perubahan Iklim untuk NTT Rp 195 Miliar
Menurut laporan dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) PBB pada Mei, ada 66 persen kemungkinan suhu rata-rata tahunan Bumi akan naik melampaui 1,5 derajat celsius dalam lima tahun ke depan.
PBB memperingatkan, kenaikan suhu global ini bisa berdampak luas bagi kesehatan, pangan, serta pengelolaan lingkungan dan air.
Selain itu ada kemungkinan 98 persen persen bahwa setidaknya satu tahun dari lima tahun ke depan akan menjadi tahun terpanas.
Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas mengatakan, laporan dari lembaganya tersebut bukan berarti bumi akan mengalami kenaikan suhu 1,5 derajat celsius secara permanen.
Taalas menyampaikan, fenomena El Nino dalam beberapa bulan mendatang akan memperparah tingginya suhu bumi yang sudah terjadi akibat pemanasan global yang telah disebabkan manusia.
Baca juga: Negara Maju Paling Berkontribusi atas Perubahan Iklim, Sumbang 67 Persen Emisi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya