Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggalkan Gaya Hidup Rebahan Agar Terhindar dari Kanker Pankreas

Kompas.com - 07/01/2024, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Manusia, terutama yang masuk kelompok usia dewasa, disarankan menghindari gaya hidup sedenter, atau yang populer disebut "rebahan", untuk mencegah kanker pankreas.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, dalam diskusi daring bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Jumat (5/1/2024).

Sayangnya, gaya hidup rebahan yang tidak sehat tersebut kini seakan menjadi tren.

Baca juga: Penting, Deteksi Dini Kanker Serviks Dapat Eliminasi Penyakit

"Anak muda makannya tinggi lemak misalnya steak, minumnya juga rutin alkohol. Merokok juga jadi budaya, lalu obesitas dan seringnya tidak sadar. Itu berisiko terkena kanker pankreas," kata Ari sebagaimana dilansir Antara.

Kanker pankreas pada umumnya berpotensi terjadi pada individu usia 55 tahun ke atas.

Namun, dengan perkembangan gaya hidup sedenter, dewasa muda berusia 30-an berpotensi besar terkena kanker pankreas.

Ari, yang juga Anggota Dewan Pertimbangan Pengurus Besar IDI, menjelaskan bahwa pankreas dalam tubuh merupakan kelenjar yang berkaitan erat dengan sistem pencernaan.

Baca juga: Eliminasi Kanker Serviks, 90 Persen Anak Indonesia Ditarget Terlindungi dari HPV

Fungsi pankreas adalah untuk menghasilkan enzim serta menghasilkan hormon insulin.

Apabila seseorang memiliki gaya hidup sedenter, maka organ-organ di dalam tubuh harus bekerja lebih keras untuk melakukan metabolisme, tak terkecuali pankreas.

Selain itu, apabila makanan maupun minuman yang dikonsumsi tidak memiliki gizi dan hanya memperberat kinerja pankreas, maka lambat laun akan terjadi masalah kesehatan termasuk salah satunya potensi kanker.

"Secara logika, makanan tinggi lemak seperti daging merah membuat kinerja organ-organ tubuh menjadi lebih berat, bila melihat fungsinya pankreas itu menciptakan enzim," tutur Ari.

Baca juga: Pasien Kanker Paru Indonesia Lebih Muda daripada Luar Negeri, Rokok Penyebabnya

"Kalau kinerjanya jadi lebih berat artinya bisa menyebabkan masalah, dan bisa sudah ada masalah daging-daging itu sulit tuntas dicerna, akhirnya ada peradangan kronis, lalu jadi polip, dan berujung kanker," sambungnya.

Selain menghindari gaya hidup sedenter, Ari juga menyarankan untuk rutin melakukan medical check-up (MCU) atau pemeriksaan medis umum bagi orang-orang berusia di atas 35 tahun untuk mencegah kanker pankreas.

Beberapa hal yang harus diperiksa di antaranya darah perifer lengkap, fungsi hati, bilirubin total, amilasi, dan Ca19-9 atau dikenal dengan pemeriksaan tumor marker.

Terkhusus untuk orang-orang yang kerap mengalami nyeri ulu hati, pemeriksaan tersebut perlu dilakukan untuk memastikan ada atau tidaknya potensi terjadinya kanker pankreas.

Baca juga: Tugu Insurance Bantu Anak Penderita Kanker Dapatkan Akses Layanan Kesehatan

World Cancer Research Fund International mencatat, kanker pankreas menempati posisi ke-12 sebagai kanker yang umum ditemukan di dunia. Pada 2020, secara global ada sebanyak 495.000 kasus kanker pankreas.

Kanker pankreas dikenal sebagai silent killer karena tingkat kematiannya begitu tinggi setelah penderita dinyatakan memiliki kanker pankreas.

Hal itu dapat dilihat dari laporan di AS lewat Surveillance Epidemiology and End Result Program (SEER) yang mengungkap, pada 2020 ditemukan 57.600 kasus kanker pankreas dan sekitar 90 persen dengan total 47.050 kasus berujung kematian.

Baca juga: Penyebab Kanker Pankreas di Usia Muda, Termasuk Sering Makan Daging

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Transisi Energi Masih Lambat, Pengamat: RI Masih Ketergantungan Batu Bara

Transisi Energi Masih Lambat, Pengamat: RI Masih Ketergantungan Batu Bara

LSM/Figur
Produksi Listrik PLTS Lampaui PLTU Batu Bara di Uni Eropa

Produksi Listrik PLTS Lampaui PLTU Batu Bara di Uni Eropa

LSM/Figur
Bukan Tambang, Perguruan Tinggi Diminta Fokus Usaha Transisi Energi

Bukan Tambang, Perguruan Tinggi Diminta Fokus Usaha Transisi Energi

LSM/Figur
Eropa Larang BPA, Konsumen Indonesia Desak Pelabelan Galon Guna Ulang

Eropa Larang BPA, Konsumen Indonesia Desak Pelabelan Galon Guna Ulang

Pemerintah
Pemerintah Majukan Rencana Realisasi PLTN 3 Tahun, dari 2032 Jadi 2029

Pemerintah Majukan Rencana Realisasi PLTN 3 Tahun, dari 2032 Jadi 2029

Pemerintah
Pemprov Bali Larang Instansi Sediakan AMDK Plastik, Wajibkan Bawa Botol Minuman

Pemprov Bali Larang Instansi Sediakan AMDK Plastik, Wajibkan Bawa Botol Minuman

Pemerintah
Star Energy Geothermal Gandeng Perusahaan AS untuk Kembangkan Panas Bumi

Star Energy Geothermal Gandeng Perusahaan AS untuk Kembangkan Panas Bumi

Swasta
Pemerintah Tak Ambil Pusing soal AS Keluar dari Perjanjian Paris

Pemerintah Tak Ambil Pusing soal AS Keluar dari Perjanjian Paris

Pemerintah
Inikah Obat Krisis Iklim? CDR Serap Karbon 99.000 Kali Lebih Cepat dari Lautan

Inikah Obat Krisis Iklim? CDR Serap Karbon 99.000 Kali Lebih Cepat dari Lautan

Swasta
CO2 Terlalu Tinggi, Sulit Capai Target Pemanasan di Bawah 1,5 Derajat

CO2 Terlalu Tinggi, Sulit Capai Target Pemanasan di Bawah 1,5 Derajat

LSM/Figur
RUU Minerba Disahkan Jadi Usul Inisiatif DPR, Jatam: Bukan untuk Rakyat

RUU Minerba Disahkan Jadi Usul Inisiatif DPR, Jatam: Bukan untuk Rakyat

Pemerintah
AS Keluar Kesepakatan Paris: Perdagangan Karbon Jalan, JETP Terancam

AS Keluar Kesepakatan Paris: Perdagangan Karbon Jalan, JETP Terancam

Pemerintah
Danone Dukung Program Skrining Gratis Nasional dan Transformasi Kesehatan Kemenkes

Danone Dukung Program Skrining Gratis Nasional dan Transformasi Kesehatan Kemenkes

Swasta
Platform Fakta Iklim Hadir, Publik Bisa Cek Hoaks Iklim Lebih Mudah

Platform Fakta Iklim Hadir, Publik Bisa Cek Hoaks Iklim Lebih Mudah

Pemerintah
Pelancong Mau Bayar Lebih untuk Penerbangan Rendah Emisi

Pelancong Mau Bayar Lebih untuk Penerbangan Rendah Emisi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau