Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setengah Hati Memenuhi Hak Pilih Penyandang Disabilitas Intelektual (II)

Kompas.com - 11/01/2024, 20:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Purwanti juga menyoroti masalah administrasi kependudukan yang tidak tuntas dan berimplikasi pada pendataan calon pemilih dan penetapan DPT.

Bagi disabilitas intelektual kategori sedang hingga menengah, termasuk lambat belajar, sangat sulit terdeteksi dalam coklit hingga masuk DPT karena faktor keluarga yang tidak mendata kebutuhan khusus mereka di dalam Kartu Keluarga.

Sedangkan disabilitas intelektual kategori menengah hingga berat, termasuk tuna grahita dan down syndrome, sebagian ada yang terdeteksi dan sebagian lagi tidak. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri.

“Mekanisme menjangkau disabilitas intelektual juga belum ada. Aksesibilitas juga belum terkerangka dengan baik. Terkait juga dengan sensus kependudukan kita,” ucap Purwanti.

Baca juga: KPU Didorong Angkat Isu Krisis Iklim dalam Pemilu 2024

Di satu sisi, penyandang disabilitas memiliki daya tawar yang lemah. Hal tersebut membuat penyandang disabilitas intelektual sulit meminta negara memfasilitasi akomodasi yang layak beserta aksesibilitas sesuai kebutuhan mereka.

Kondisi itu juga berimplikasi pada hak politik mereka, termasuk hak untuk memilih maupun hak untuk dipilih.

“Ketika posisi tawarnya lemah, terkait dengan visi misi program pembangunan kebijakan akan sangat minim sekali mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas intelektual,” jelasnya.

Menurut Purwanti, penyandang disabilitas intelektual sebetulnya memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan. Akan tetapi, agar mereka dapat menentukan pilihannya, perlu ada metode dan pendidikan yang tidak sama dengan non penyandang disabilitas.

“Mungkin dengan gambar, video, tekniknya tidak di dalam kelas. Bisa menggunakan pendampingan berbasis psikologi,” ucapnya.

Bagi pelaku politik praktis, isu disabilitas sangat strategis untuk mendulang suara. Penunjukkan kepedulian untuk kelompok disabilitas akan mendongkrak citra mereka.

“Apakah disabilitas intelektual punya daya tawar posisi di kebijakan? ini yang masih menjadi tantangan. Istilahnya masih mencari tapi belum sampai mendudukkan disabilitas sesuai dengan hak asasi manusianya,” ujar Purwanti.

Pendidikan politik

KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Jenis dan ragam disabilitas

Partai politik sebagai salah satu pemegang kepentingan terkait pendidikan politik dalam sistem demokrasi juga belum memberikan ruang yang lebar bagi pendidikan politik penyandang disabilitas intelektual.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus Wakil Ketua DPRD Solo Sugeng Riyanto menuturkan, sejauh ini belum ada alokasi khusus untuk pendidikan politik bagi penyandang disabilitas. Pendidikan politik yang dilakukan oleh PKS Solo, menurut Sugeng, tidak dikhususkan pada satu kelompok saja.

Sugeng mengakui bahwa pendidikan politik yang didapatkan oleh penyandang disabilitas intelektual masih sangat kurang.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com