Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setengah Hati Memenuhi Hak Pilih Penyandang Disabilitas Intelektual (II)

Kompas.com - 11/01/2024, 20:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Alih-alih menjadikannya sebagai tanggungjawab partai, Sugeng meminta mereka mencari informasi sebanyak-banyaknya dari beragam pihak.

PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2019 juga tidak punya strategi pendidikan politik secara langsung bagi penyandang disabilitas intelektual.

Baca juga: Enam Strategi Lemhanas Tangkal Disrupsi Informasi Jelang Pemilu 2024

Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Solo Her Suprabu menyatakan, pendidikan politik itu mereka berikan lewat pelatihan dan sosialisasi kepada kader partainya. Harapannya, mereka yang menyebarkannya kepada publik, termasuk penyandang disabilitas intelektual.

Salah seorang penyandang disabilitas daksa, Slamet Widodo membenarkan minimnya peran partai terkait pendidikan politik bagi komunitas disabilitas.

Menurutnya, partai politik masih belum paham dan cenderung acuh tak acuh kepada kelompok atau komunitas penyandang disabilitas secara keseluruhan.

"Seharusnya partai politik lebih belajar mengenai disabilitas. Bagaimana cara memahami mereka, memberikan pelayanan, dan berkomunikasi dengan mereka," tutur Slamet.

Pria yang maju sebagai caleg DPRD Kota Solo dari PKS ini menyadari para penyandang disabilitas kerap dijadikan sarana mendulang pencitraan dalam momen pemilu.

Pada sisi lain, dia mendukung pelibatan disabilitas dalam politik praktis agar bisa bersuara mewakili komunitasnya.

"Diberi ruang yang sama atau mendapat jatah menjadi caleg dari parpol yang ada. Termasuk juga di kepengurusan partai," jelas Slamet.

Kepala Sekolah SMP-SMA Al Firdaus Umi Nopiarti mengungkapkan, semua pihak perlu memahami metode dan menggunakan medium yang tepat untuk memberikan pendidikan politik bagi komunitas disabilitas.

Penyelenggara pendidikan inklusi ini menilai, beragam poster, iklan, hingga pesan terkait pemilu masih belum inklusi dan menjangkau penyandang disabilitas intelektual.

"Para pelaku politik paling tidak harusnya memiliki empati untuk penyandang disabilitas intelektual. Apalagi yang tidak bersekolah ada banyak sekali. Mereka yang bersekolah adalah mereka yang mampu," tutur Umi.

Umi menggambarkan, penyandang disabilitas intelektual sudah diminta untuk memilih, akan tetapi edukasi yang mereka dapatkan tidaklah memadai.

"Mereka perlu memahami haknya dan disentuh ranah politiknya. Mereka tetap memiliki peran untuk menentukan masa depan dengan memilih pemimpin," kata Umi.

Baca tulisan sebelumnya Setengah Hati Memenuhi Hak Pilih Penyandang Disabilitas Intelektual (I)

Artikel ini merupakan salah satu laporan yang mendapat beasiswa peliputan dari program Training dan Fellowship Meliput Isu Pemilu dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bekerja sama dengan Google News Initiative.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com